Jumat, 26 Februari 2010

KEJAYAAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.‎ Latar Belakang masalah
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan Islam berada ‎di tangan para sahabat Nabi yang terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. ‎Setelah Khulafaur Rasyidin terakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib pada ‎tahun 40 H /660 M, kekhalifahan sempat dijabat oleh Hasan bin Ali, namun ‎karena Hasan bin Ali dinilai lemah sedangkan kekuatan Muawiyah semakin kuat, ‎maka Hasan bin Ali membuat perjanjian dan menyerahkan kekuasaan kepada ‎Muawiyah. Dari sinilah sistem pemerintahan baru dimulai, yakni sistem Dinasti ‎atau Bani.‎
Perbedaan yang mendasar antara Khulafaur Rasyidin dengan dinasti ‎atau kekhalifahan setelahnya adalah terletak pada proses bagaimana ia diangkat ‎sebagai khalifah dan pada perilakunya. Seorang khalifah di zaman Khulafaur ‎Rasyidin tidak pernah bertindak sendiri saja waktu negara mereka menghadapi ‎suatu kesulitan, tetapi kesulitan itu dimusyawarahkannya dengan para cerdik ‎pandai dan alim ulama, sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah dengan ‎sahabat-sahabatnya. Tetapi setelah periode al Khulafaur Rasyidin berakhir, ‎timbullah berbagai macam kese-wenang-wenangan dan kediktatoran, seakan di ‎tangan khalifah-khalifah itulah segala sesuatu.‎
Dinasti yang pertama kali memerintah setelah berakhirnya Khulafaur Rasyidin ‎adalah Dinasti (Bani) Umaiyah dan kemudian dilanjutkan oleh Bani Abbas.‎
Pada saat Bani Abbas (Abbasiyah) berkuasa perkembangan Islam ‎dan ilmu pengetahuan begitu pesat bahkan pada masa inilah peradaban Islam ‎mencapai puncak keemasannya, jika dibandingkan dengan pemerintahan Bani ‎Umaiyah bahkan dengan masa-masa berikutnya. Pada masa Bani Abbas ini ‎banyak lahir ilmuwan muslim dari berbagai disiplin ilmu. Bagaimanakah sistem ‎pemerintahan yang diterapkan oleh Bani Abbasiyah sehingga mampu membawa ‎peradaban Islam pada level yang tinggi?. Namun ketika Bani Abbasiyah ‎mengalami keruntuhan, ilmu pengetahuan dan peradaban Islam turut mengalami ‎kemunduran. Inilah yang menjadi acuan mengapa penulis tertarik untuk ‎membahas hal ini.‎

B.‎ Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diambil perumusan ‎masalah sebagai berikut:‎
‎1.‎ Bagaimanakah sejarah berdirinya Bani Abbasiyah?‎
‎2.‎ Bagaimanakah sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada masa Bani ‎Abbas di Bagdad ?‎
‎3.‎ Faktor apa sajakah yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah?‎
C.‎ Pendekatan
Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam kajian ini adalah ‎pendekatan histories diharapkan dengan pendekatan ini akan ditemukan jawaban-‎jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dalam bingkai kesejarahan.‎

D.‎ Metode Penelitian‎
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah ini ‎adalah library research (studi pustaka), yakni data dikumpulkan dengan cara ‎mencari dan mengelompokkan buku-buku/ naskah yang relevan dengan apa yang ‎menjadi fokus penelitian, lalu ditafsirkan dan dianalisis. ‎

E.‎ Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari lima bab, yakni: Bab I Pendahuluan, ‎yang meliputi: A.Latar Belakang masalah, B. Perumusan Masalah, C. Pendekatan, ‎D. Metode Penelitian, dan E. Sistematika Penulisan. Bab II membahas Sejarah ‎Berdirinya Bani Abbas, Bab III membahas Sejarah Pemikiran dan Peradaban ‎Islam pada masa Bani Abbas di Bagdad, sedangkan Bab IV membahas Faktor-‎faktor yang Menyebabkan Runtuhnya Dinasti Abbasiyah, dan Bab V berisi ‎Kesimpulan dan Penutup.‎
‎***‎
BAB II
SEJARAH BERDIRINYA KHALIFAH ABBASIYAH
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Ummayah kepada Daulah ‎Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di ‎tangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi SAW yang terdekat. Tuntutan ‎itu sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi gerakan ketika ‎Bani Ummayah naik takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Talib dan bersikap ‎keras terhadap Bani Hasyim.‎
Dinasti ini dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendirinya ‎adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw, yakni al-Abbas ibn ‎Abdul al-Muthalib ibn Hasyim. Diantara pendiri itu adalah Abu Abbas Assafah. ‎Abu Abbas Assafah adalah founding father sekaligus khalifah pertama bani ‎Abbasiyah. Nama lengkapnya adalah Abdullah Assafah ibn Muhammad ibn Ali ‎Ibn Abdullah ibn al-Abbas. ‎
Orang Abbasiyah –sebut Abbasiah—merasa lebih berhak dari pada ‎Bani Umaiyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani ‎Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, ‎orang Umaiyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. ‎Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiah mereka mengadakan gerakan ‎yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Ummaiyah.‎
Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-‎‎720) menjadi khalifah Daulah Ummayah. Umar memimpin dengan adil. ‎Ketenteraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada gerakan ‎Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-‎Humaymah. Pemimpin waktu itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, seorang ‎zahid. Dia kemudian diganti oleh anaknya, Muhammad, yang memperluas ‎gerakan. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan, yaitu al-Humaymah ‎sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung, dan ‎Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Muhammad wafat pada tahun 125 H/743 ‎M dan digantikan oleh anaknya, Ibrahim al-Imam. Panglima perangnya dipilih ‎seorang kuat asal Khurasan bernama Abu Muslim al-Khurasani. Abu Muslim ‎berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan demi ‎kemenangan. Pada awal tahun 132 H/749 M Ibrahim al-Imam tertangkap oleh ‎pemerintah Daulah Ummayah dan dipenjarakan sampai meninggal. Dia ‎digantikan oleh saudaranya, Abu Abbas. Tidak lama setelah itu dua bala tentara, ‎Abbasiyah dan Ummayah, bertempur di dekat sungai Zab bagian hulu. Dalam ‎pertempuran itu Bani Abbas mendapat kemenangan, dan bala tentaranya terus ‎menuju ke negeri Syam (Suriah); di sini kota demi kota dapat dikuasainya.‎
Sejak tahun 132 H/750 M itulah Daulah Abbasiyah dinyatakan ‎berdiri dengan khalifah pertamanya Abu Abbas as-Saffah. Daulat ini berlangsung ‎sampai tahun 656 H/1258 M. Masa yang panjang itu dilaluinya dengan pola ‎pemerintahan yang berubah-ubah sesuai perubahan politik, sosial, budaya, dan ‎penguasa.‎
Berikut para Khalifah Bani Abbas yang berkuasa sejak 750-1258 M.‎
‎1.‎ Abu Abbas Assafah 750-754M/ 132-137H‎
‎2.‎ Abu Ja’far Almansur 754-775M/ 137-159H‎
‎3.‎ al-Mahdi ‎ ‎775-785M/ 159-169H‎
‎4.‎ al-Hadi ‎ ‎785-786M/ 169-170H‎
‎5.‎ Harun Arrasyid ‎ ‎786-809M/ 170-194H‎
‎6.‎ al-Amin ‎809-813M/ 194-198H‎
‎7.‎ al-Makmun ‎ ‎813-833M/ 198-218H‎
‎8.‎ al-Mu’tasim ‎ ‎833-842M/ 218-227H‎
‎9.‎ al-Wasiq ‎ ‎842-847M/ 227-232H‎
‎10.‎ al-Mutawakil ‎ ‎847-861M/ 232-247H‎
‎11.‎ al-Muntasir ‎861-862M/ 247-248H‎
‎12.‎ al-Mustain ‎862-866M/ 248-252H‎
‎13.‎ al-Mu’taz ‎866-869M/ 252-256H‎
‎14.‎ al-Muhtadi ‎869-870M/ 256-257H‎
‎15.‎ al-Mu’tamid ‎870-892M/ 257-279H‎
‎16.‎ al-Mu’tadid ‎892-902M/ 279-290H‎
‎17.‎ al-Muktafi ‎902-908M/ 290-296H‎
‎18.‎ al-Muqtadir ‎ ‎908-932M/ 296-320H‎
‎19.‎ al-Qahir ‎932-934M/ 320-323H‎
‎20.‎ ar-Radi ‎934-940M/ 323-329H‎
‎21.‎ al-Muttaqi ‎940-944M/ 329-333H‎
‎22.‎ al-Muktafi ‎944-946M/ 333-335H‎
‎23.‎ al-Muti ‎946-974M/ 335-364H‎
‎24.‎ at-Ta’i ‎974-991M/ 364-381H‎
‎25.‎ al-Qadir ‎991-1031M/ 381-423H‎
‎26.‎ al-Qaim ‎ ‎1031-1075M/ 423-468H‎
‎27.‎ AL-Muqtadi ‎ ‎1075-1094M/ 468-487H‎
‎28.‎ AL-Mustazhir ‎1094-1118M/ 487-512H‎
‎29.‎ al-Murtasyid ‎1118-1135M/ 512-530H‎
‎30.‎ ar-Rasyid ‎1135-1136M/ 530-531H‎
‎31.‎ al-Muqtafi ‎1136-1160M/ 531-555H‎
‎32.‎ al-Mustanjid ‎1160-1170M/ 555-566H‎
‎33.‎ al-Mustadi ‎1170-1180M/ 566-576H‎
‎34.‎ an-Nasir ‎1180-1225M/ 576-622H‎
‎35.‎ az-Zahir ‎1225-1226M/ 622-623H‎
‎36.‎ al-Mustansir ‎1226-1242M/ 623-640H‎
‎37.‎ al-Musta’sim ‎ ‎1242-1258M ‎.‎

‎***‎
BAB III
SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ‎ABBAS DI BAGDAD
A. Periodesasi Bani Abbas
Menurut W. Montgomery Watt, sebagaimana dikutip oleh Badri ‎Yatim, bahwa kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari ‎tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola ‎pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, ‎sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para ‎sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima ‎periode.‎

‎1.‎ Periode Pertama ( 132 H/ 750 M – 232 H/ 847M), disebut pengaruh Persia ‎pertama.‎
Walaupun Abu Abbas adalah pendiri daulah ini, pemerintahannya ‎hanya singkat (750-754). Pembina sebenarnya daulah ini adalah Abu Ja'far al-‎Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Ummyyah, ‎Khawarij, dan juga Syiah yang mulai merasa dikucilkan dari kekuasaan.‎
Untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru ‎berdiri itu, Abu Ja'far al-Mansur kemudian memindahkan ibu kota dari al-‎Hasyimiyah, dekat Kufah, ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, pada ‎tahun 767. Di sana ia menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat ‎aparat yang duduk dalam lembaga eksekutif dan yudikatif.‎
Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah ini telah ‎diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-safah dan Abu Ja'far al-Mansur, ‎maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, ‎mulai dari Khalifah al-Mahdi (775-785) hingga Khalifah al-Wasiq (842-847). ‎Puncak popularitas daulat ini berada pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid ‎‎(786-809) dan puteranya al-Ma'mun (813-833). Daulat ini lebih menekankan ‎pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah yang ‎memang sudah luas.‎
Pada al-Mahdi, perekonomian meningkat. Irigasi yang dibangun ‎membuat hasil pertanian berlipat ganda dibandingkan dengan masa ‎sebelumnya. Pertambangan dan sumber-sumber alam bertambah dan demikian ‎pula perdagangan internasional ke timur dan barat dipergiat. Basra menjadi ‎pelabuhan transit yang penting yang sarananya lengkap.‎
Tingkat kemakmuran yang paling tinggi adalah pada zaman Harun ‎ar-Rasyid. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, ‎dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada ‎masa inilah Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat tak ‎tertandingi.‎
Pada masa Harun ar-Rasyid, kekayaan negara yang banyak ‎sebagian besar dipergunakannya untuk mendirikan rumah sakit, membiayai ‎pendidikan kedokteran dan farmasi. Sementara pada masa al-Makmun, ia ‎gunakan untuk menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen , sabi, ‎dan bahkan penyembah binatang untuk menerjemahkan berbagai buku ‎berbahasa asing ke dalam bahasa arab, serta mendirikan Bait al Hikmah ‎sebagai pusat penerjemahan dan akademik yang dilengkapi dengan ‎perpustakaan. Di dalamnya diajarkan berbagai cabang ilmu, seperti ‎kedokteran, matematika, geografi, dan filsafat. Disamping itu masjid-masjid ‎juga merupakan sekolah, tempat untuk mempelajari berbagai macam disiplin ‎ilmu dengan berbagai halaqat di dalamnya. Pada masanya, kota Bagdad ‎menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.‎
Perkembangan ilmu pengetahuan itu semakin cepat setelah ‎khalifah mendirikan lembaga yang sesuai, yaitu perpustakaan-perpustakaan, ‎yang terbesar diantaranya adalah Baitul Hikmah dan Darul Hikmah yang ‎didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa ‎Khalifah al-Makmun. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah universitas di ‎mana terdapat kitab-kitab secara lengkap. ‎
‎2.‎ Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M), disebut pengaruh Turki ‎petama.‎
Pilihan Khalifah al-Mu'tasim (833-842) terhadap unsur Turki ‎dalam ketentaraan terutama dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara ‎golongan Arab dan Persia pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Al-‎Mu'tasim (833-842) dan Khalifah sesudahnya al-Wasiq (842-847), mampu ‎mengendalikan mereka. Akan tetapi, Khalifah al-Mutawakil (847-861) yang ‎merupakan dari awal periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada ‎masanya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-‎Mutawakil wafat. Merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah sesuai ‎dengan kehendak mereka. Dengan demikian, kekuasaan tidak lagi berada di ‎tangan Bani Abbas meskipun mereka tetap berada pada jabatan Khalifah. ‎Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi ‎usaha itu selalu gagal. Pada tahun 892 Bagdad kembali menjadi ibu kota. ‎Kehidupan intelektual terus berkembang.‎
Setelah orang-orang Turki mulai melemah karena persaingan di ‎antara mereka sendiri, Khalifah ar-Radi menyerahkan kekuasaan kepada ‎Muhammad bin Ra'iq, gubernur Wasith dan Basra. Khalifah memberinya ‎gelar Amirul Umara (panglima dari para panglima). Namun demikian keadaan ‎Bani Abbas tidak menjadi lebih baik. Dari dua belas khalifah pada periode ini, ‎hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya, kalau bukan ‎dibunuh, mereka diturunkan dari takhta dengan paksa.‎
‎3.‎ Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M), masa kekuasaan Dinasti ‎Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga ‎dengan masa pengaruh Persia kedua.‎
Pada masa inilah munculnya pemikir-pemikir besar dalam berbagai ‎disiplin ilmu, seperti Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga ‎mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan kanal ‎masjid dan rumah sakit.‎
‎4.‎ Periode Keempat (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M), masa kekuasaan dinasti ‎Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga ‎dengan pengaruh Turki kedua.‎
Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga ‎berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp ‎Arselan dan Maliksyah, mendirikam Madrasah Nizamiyah (1067) dan ‎Madrasah Hanafiyah di Bagdad. Cabag-cabang Nizamiyah didirikan hampir di ‎setiap kota di Irak dan Khirasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan ‎tinggi di kemudian hari. Dari Madrasah ini telah lahir banyak cendikiawan ‎dalam berbagai disiplin ilmu. ‎
‎ 5. Periode Kelima ( 590 H/1194 M – 656 H/ 1258 M), masa khalifah bebas dari ‎pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.‎
Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah ‎kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya ‎di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah ‎menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol ‎dan Tartar menghancurluluhkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 ‎H/1258 M.‎ ‎ ‎
B. Kemajuan yang Dicapai oleh Bani Abbas
‎1. Faktor Politik.‎
a). Pindahnya ibu kota dari Syam ke Bagdad. Sebagaimana diuraikan diatas, ‎bahwa dengan alasan stabilitas, Abu Ja'far al-Mansur kemudian ‎memindahkan ibu kota dari al-Hasyimiyah ke Baghdad, bahkan ia ‎menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat aparat yang duduk ‎dalam lembaga eksekutif dan yudikatif.‎
b). Banyaknya cendikiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan ‎istana. Khalifah-khlaifah Abbasiyah, misalnya al- Mansur, banyak ‎mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendikiawan-‎cendikiawan Persia.‎
c). Diakuinya Muktazilah sebagai madzhab resmi negara pada masa khalifah ‎al-Ma'mun pada Tahun 827 M. Muktazilah adalah aliran yang ‎menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berpikir kepada manusia. ‎Aliran ini berkembang dalam masyarakat terutama pada masa Dinati ‎Abbasiyah I.‎
‎2. Aktivitas Ilmiah‎
a). Penyusunan buku-buku ilmiah
Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti ‎Abbasiyah I (132-232 H). Pada masa sebelumnya, ulama-ulama ‎mentransfer ilu mereka hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran ‎yang tidak teratur. Pada tahun 143 H, barulah mereka menyusun hadis, ‎fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa yang meliputi segala ‎bidang ilmu yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab ‎dalam bentuk buku yang tersusun secara sistematis.‎
b). Penerjemahan
Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya ‎dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa ‎asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani ke dalam bahasa ‎Arab.‎ ‎ Perhatian pemerintah dalam bidang penerjemahan cukup serius, ‎dimana Khalifah mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang kristen yang ‎sedia berjalan keliling benua atas biaya pemerintah. Tugas mereka ‎hanyalah mengumpulkan buku Yunani sebanyak-banyaknya kemudian ‎dibawa ke Baghdad untuk disalin.‎
c). Pensyarahan
Menjelang abad ke 10 M, kegiatan kaum muslimin bukan hanya ‎menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan ‎melakukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya ‎tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam ‎berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam ‎bentuk bab-bab dan pasal-pasal ‎ Bahkan dengan kepekaan mereka, hasil ‎kritik dan analisis itu memancing teori-teori baru sebagai hasil renungan ‎mereka sendiri.‎
d). Kemajuan ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
Ilmu pengetahuan agama telah berkembang sejak masa Dinasti ‎Ummaiyah, namun pasa masa dinasti Abbasiyah, ia mengalami ‎perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-‎ulama besar dan karya-karya agung dalam berbagai bidang ilmu agama. ‎Misalnya bidang ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, dan ilmu fiqih,‎ ‎ dan ‎ilmu umum seperti, filsafat, kedokteran, astronomi, ilmu pasti/ ‎matematika, dan geografi. ‎
Diantara para ulama dan ilmuwan antara lain adalah: al-Farabi ‎‎(870-950), Ibnu Sina (980-1037), al-Biruni (973-1048), Ibnu Maskawaih ‎‎(930-1030),‎ ‎ az-Zamaksyari, penulis dalam bidang tafsir dan 'Usul ad-Din ‎‎(teologi), al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu ‎kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu ‎perbintangan.‎

‎***‎


BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ‎
RUNTUHNYA BANI ABBAS

Faktor-faktor yang membuat Daulah Abbasiyah menjadi lemah dan ‎kemudian hancur dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan faktor-‎faktor ekstern. Di antara faktor-faktor intern adalah:‎
‎1.‎ Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam ‎Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki.‎
Pertentangan Arab-non-Arab, perselisihan antara muslim dengan ‎non-muslim, dan perpecahan dikalangan umat Islam sendiri telah membawa ‎kepada situasi kehancuran dalam pemerintahan.‎
Pada masa al-Mansur, dari keluarga mereka ada yang diangkat ‎menjadi wazir yang membawahi kepala-kepala departemen, seperti Khalid bin ‎Barmak. Bahkan al-Mansur pun mengangkat tentara Persi sebagai ‎pengawalnya. Meskipun demikian, orang-orang Persi tidak merasa puas. ‎Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Pesi pula. ‎Hal ini tampak ketika terjadi perang antara a-Amin dengan a-Makmun. ‎Peperangan ini sebenarnya buka perang saudara semata, melainkan secara ‎tidak langsung merupakan perang antar dua suku, Arab dan Persi. al-Amin ‎adalah anak Harun al-Rasyid dari isterinya Zubaidah, keturunan Arab. ‎Sedangkan al-Makmun putera Harun al-Rasyid dari isterinya Marajil, ‎keturunan persi.‎
‎2.‎ Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan ‎timbulnya konflik berdarah.‎
Tampilnya gerakan-gerakan pembangkang yang berkedok ‎keagamaan, seperti orang Qaramithah, Asasin, dan pihak-pihak lain turut ‎memporak-porandakan kesatuan akidah maupun nilai-nilai Islam yang bersih ‎di sepanjang masa. Saat itu kaum muslim terbelah menjadi banyak kelompok ‎seperti Khawarij, Syi'ah, --Itsna "Asyariyah, Isma'iliah, Assasin, ‎Qaramithah—Sunni, Mu'tazilah, dan sebagainya. Mereka satu sama lain tidak ‎akui terutama di kalangan elit politik menyebabkan sendi kekuatan Abbasiyah ‎menjadi makin hari makin lemah sampai kehancuran Baghdad.‎
‎3.‎ Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat di ‎Bagdad.‎
Munculnya dinasti-dinasti kecil yang benar-benar menikmati ‎independensi dari kekhalifahan pusat Abbasiyah, seperti Dinasti Ibn Thulun ‎dan Ikhsid di Mesir. Bani Thahir di Khurasan, Bani Saman di Persia dan di ma ‎wara al-nahar ( seberang Sungai Oxus), orang Ghaznawi di Afganistán, ‎Punjab dan India, bahkan Bani Buwaihiah -- penganut Syi'ah Itsna "Asyariyah ‎‎-- berhasil menduduki kekhalifahan di Shiraj, Persia. Setelah Buwaihiah ‎tumbang digantikan oleh saljuq yang Sunni. Hal ini terjadi karena lemahnya ‎kekhalifahan pusat.‎ ‎ ‎
‎4.‎ Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.‎
Beban pajak yang berlebihan dan pengaturan wilayah-wilayah ‎‎(provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang ‎pertanian dan industri. Saat para wali, amir, dan lain-lain termasuk kalangan ‎istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin.‎ ‎ ‎
Sedangkan faktor ekstern antara lain:‎
‎1.‎ Perang salib.‎
Sebelum datang Hulagu, di bagian barat wilayah Dinasti Abbasiyah ‎telah terjadi perang salib. Selama terjadi perang tersebut, di Baghdad sedang ‎terjadi keresahan. Sejak 632 M, ada ketegangan antar Kristen dan Islam untuk ‎menguasai Syam, Asia Kecil, Spanyol, dan lain-lain. Arus ekspansi Islam ‎yang makin tidak terbendung membuat mereka gelisah dan ketakutan, jangan-‎jangan Islam menguasai mereka. Akhirnya, terjadi Perang Salib membuat ‎dunia Islam menjadi lemah.‎
‎2.‎ Hadirnya tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, dan yang terakhir ‎inilah yang secara langsung menyebabkan hancurnya Daulah Abbasiyah dan ‎menguasai kota Bagdad. ‎
Bagdad yang terkenal sebagai pusat kebudayaan dan ilmu ‎pengetahuan Islam, pada tahun 1258 mendapat serbuan Mongol. Tentara ‎Mongol menyembelih seluruh penduduk dan menyapu Baghdad bersih dari ‎permukaan bumi. Dihancurkanlah segala macam peradaban dan pusaka yang ‎dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah dikarang ‎oleh ahli ilmu pengetahuan bertahun-tahun lalu dihanyutkan ke dalam sungai ‎Daljah sehingga berubah warna airnya lantaran tinta yang larut. Khalifah ‎sendiri beserta keluarganya ikut dimusnahkan sehingga putuslah bani Abbas ‎dan hancurlah kerajaan yang telah bertahta dengan kebesarannya selama 500 ‎tahun itu.‎
Dengan tragedi yang terjadi ini maka hancurlah kejayaan Islam ‎sebagai simbol kemajuan di berbagai bidang dan berselang beberapa lama ‎muncullah kerajaan-kerajaan Islam yang terkenal dengan tiga kerajaan besar ‎yang kemudian dapat diartikan sebagai kebangkitan Islam, meski tidak seperti ‎pada masa Abbasiyah.‎
‎***‎

BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.‎ Kesimpulan
‎1.‎ Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Ummaiyah ‎yang telah berkuasa sebelumnya. Dinasti ini dinamakan Dinasti Abbasiyah ‎karena para pendirinya adalah keturunan al-Abbas paman Nabi ‎Muhammad saw, yakni al-Abbas ibn Abdul al-Muthalib ibn Hasyim.‎
Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umaiyah ‎atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim ‎yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. ‎
Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz ‎‎(717-720) menjadi khalifah Daulah Ummayah. Umar memimpin dengan ‎adil. Ketenteraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada ‎gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang ‎berpusat di al-Humaymah.‎
‎2.‎ Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam pada Masa Bani Abbas di ‎Bagdad..‎
Selama Dinasti Abbasiyah berkuasa berkuasa, yakni 132 H (750 ‎M) s.d 656 H (1258 M), Masa pemerintahan Bani Abbas dapat dibagi ‎kedalam menjadi lima periode, yaitu:‎
a). Periode Pertama ( 132 H/ 750 M – 232 H/ 847M), disebut pengaruh ‎Persia pertama.‎
Puncak popularitas daulat ini berada pada zaman Khalifah ‎Harun ar-Rasyid (786-809) dan puteranya al-Ma'mun (813-833). ‎Daulat ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan ‎Islam, Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, ‎dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya ‎daripada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Pada masa inilah ‎Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat tak tertandingi
b). Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M), disebut pengaruh ‎Turki petama;‎
c). Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M), masa kekuasaan ‎Dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini ‎disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.‎
Pada masa inilah munculnya pemikir-pemikir besar seperti ‎al-Farabi (870-950), Ibnu Sina (980-1037), al-Biruni (973-1048), Ibnu ‎Maskawaih (930-1030) dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ‎ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. ‎Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan kanal masjid dan ‎rumah sakit.‎

d). Periode Keempat (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M), masa kekuasaan ‎dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya ‎disebut juga dengan pengaruh Turki kedua.‎
Di antara para cendikiawan Islam yang dilahirkan dan ‎berkembang pada masa periode ini adalah az-Zamaksyari, penulis ‎dalam bidang tafsir dan 'Usul ad-Din (teologi), al-Qusyairi dalam ‎bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan ‎Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.‎
e). Periode Kelima ( 590 H/1194 M – 656 H/ 1258 M), masa khalifah ‎bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di ‎sekitar kota Bagdad.‎
‎3.‎ Faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah
Faktor-faktor yang membuat Daulah Abbasiyah menjadi lemah ‎bahkan runtuh dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan ‎faktor-faktor ekstern. Di antara faktor-faktor intern adalah:‎
a)‎ Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun ‎dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki,‎
b)‎ Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering ‎menyebabkan timbulnya konflik berdarah,‎
c)‎ Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat di ‎Bagdad, dan
d)‎ Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.‎
Sedangkan faktor ekstern antara lain:‎
a)‎ Perang salib, dan
b)‎ Serangan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan.‎
Setelah bani Abbas secara defacto mengalami kemunduran dan ‎kehancuran, namun ilmu pengetahun tidak hancur sama sekali bersama ‎dengan hancurnya buku-buku dan perpustakaan, karena ilmu pengetahuan ‎telah banyak berpindah ke tangan orang-orang barat, yang telah banyak ‎menyalin ke dalam bahasa mereka. Dengan demikian secara tidak ‎langsung orang-orang barat mengakui peradaban dan kemajuan Islam dan ‎kemudian mereka mencuri pengetahuan dan peradaban dari dunia Islam.‎
B.‎ Penutup
Sejarah pemikiran dan peradaban Islam merupakan suatu realita sejarah ‎yang tidak dapat diinterpensi dan dimanipulasi, betapun meyakitkan bagi generasi ‎berikutnya. Demikian pembahasan sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada ‎masa Bani Abbas di Bagdad telah penulis selesaikan dan telah sesuai dengan ‎motode karya ilmiah dan telah dipresentasikan dihadapat 16 peserta, semoga ‎dapat dijadikan tambahan wawasan dan pelajaran bagi pembaca sekalian. Terima ‎kasih.‎


‎***‎

DAFTAR PUSTAKA



Anshari, Hafizh, Dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM,(Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, ‎‎1999)‎
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta, Pustaka Book ‎Publisher, 2007)‎
Munthoha Dkk, Pemikiran dan peradaban Islam, (Jakarta, UII Press, 2008)‎
Philip K. Hitti, History Of The Arabs: Edisi Terjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, ( Jakarta, Serambi, 2002)
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ‎‎(Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007)‎
Sya’labi, A.,Sejarah & Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, cet. ‎vi)‎
Yatim, Badri, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008)‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar