Selasa, 25 Mei 2010

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

BAB I
PENDAHULUAN

A.‎ Latar Belakang Masalah
Karya tulis ilmiah merupakan produk dari sebuah kegiatan ilmiah ‎yang pada umumnya memiliki tujuan mendapat pengakuan scientifik objektive ‎untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, dengan pemaparan teori-teori ‎baru yang sahih serta handal; dan Pengakuan praticial objektive guna ‎membantu pemecahan problem praktisi yang mendesak.‎
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, sebuah penelitian harus ‎memiliki kebenaran yang dapat diuji, sehingga hasil yang diperoleh dapat ‎dipertanggung jawabkan secara faktual. Uji keabsahan data dalam penelitian ‎secara umum ditekankan pada validitas dan reliabilitas.‎ ‎ Apa dan bagaimana ‎validitas dan reliabilitas instrument dalam sebuah penelitian akan dibahas ‎lebih lanjut pada bahsan berikutnya.‎
B.‎ Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah ‎sebagai berikut:‎
‎1.‎ Apa pengertian validitas dan reliabilitas Instrumen?‎
‎2.‎ Bagaimana validitas instrumen dalam penelitian?‎
‎3.‎ Bagaimana reliabilitas instrumen dalam penelitian?‎

‎***‎
BAB II
VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

A.‎ Pengertian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
‎1. Validitas‎
Validitas berasal dari kata validity yang berarti kebenaran atau ‎keabsahan.‎ ‎ Sedangkan menurut istilah validity mempunyai arti sejauhmana ‎ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. ‎Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatan mempunyai validitas yang ‎tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan ‎hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. ‎Sebuah tes atau instrumen yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan ‎tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes atau instrumen yang memiliki ‎validitas rendah.‎
Validitas juga dapat dikatakan sebagai derajat ketepatan antara data ‎yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh ‎peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda ‎antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya ‎terjadi pada objek penelitian.‎ ‎ Sebagai contoh, jika dalam objek penelitian di ‎sebuah lembaga pendidikan terdapat guru yang tidak profesional, maka ‎peneliti melaporkan bahwa guru di sebuah lembaga pendidikan itu tidak ‎profesional. Bila peneliti melaporkan yang tidak sesuai, maka data yang ‎disampaikan tersebut dapat dinyatakan tidak valid.‎
Seperti diuraikan di atas, validitas menunjukkan sejauh mana suatu ‎alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sekiranya peneliti ‎menggunakan kuisioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka ‎kuisioner yang disusunya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah ‎kuisioner tersebut disusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belum tentu ‎data yang terkumpul adalah data yang valid. Banyak hal-hal lain yang dapat ‎mengurangi validitas data; misalnya apakah pewawancara betul-betul ‎mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam kuisioner. Selain itu validitas ‎data akan ditentukan oleh keadaan responden sewaktu diwawancara.‎
‎2. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti "hal dapat ‎dipercaya" dan "hal tahan uji".‎ ‎ Reliabilitas memiliki beberapa nama, seperti ‎keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan lain ‎sebagainya. Sementara menurut istilah penelitian, reliabilitas adalah ‎sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang ‎memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel ‎‎(reliable).‎
Dalam pengertian serupa, reliabilitas adalah indeks yang ‎menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat ‎diandalkan. Bila suatu alat pengukur digunakan dua kali untuk mengukur ‎gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif sama atau ‎konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain reabilitas ‎menunjukkan konsisten suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang ‎sama.‎


B.‎ Validitas Instrumen dalam Penelitian
Validitas sebuah instrumen, menurut para ahli dapat dikelompokkan ‎ke dalam beberapa bagian, diantaranya: ‎
a.‎ Jenis Validitas
a.‎ Validitas konstruk
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Misalkan seorang ‎peneliti ingin mengukur konsep religiusitas.‎ ‎ Pertama-tama yang harus ‎dilakukan oleh peneliti ialah mencari apa saja yang menjadi kerangka dari ‎konsep tersebut. ‎
Untuk mencari kerangka konsep tersebut perlu ditempuh dengan ‎berbagai cara, misalnya :‎
‎1).‎ Mencari defenisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ‎tertulis di dalam literatur;‎
‎2).‎ Kalau sekiranya di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi ‎konsep yang ingin diukur, peneliti harus mendefinisikan sendiri ‎konsep tersebut. Untuk membantu penyusunan definisi dan ‎mewujudkan definisi tersebut ke dalam bentuk yang operasional, ‎peneliti disarankan untuk mendiskusikan konsep tersebut dengan ‎ahli-ahli yang berkompeten di bidang konsep yang akan diukur. ‎Kemudian pendapat para ahli dan peneliti dicarai kesamaannya;‎
‎3).‎ Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon ‎responden, atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang ‎sama dengan responden.‎
Contoh dari pendekatan pertama adalah konsep religiusitas-nya ‎Glock dan Stark (1963). Menurut kedua ahli tersebut, untuk mengetahui ‎kadar religiusitas individu dapat dipakai kerangka sebagai berikut:‎
• Keterlibatan ritual;‎
• Keterlibatan ideologis;‎
• Keterlibatan intelektual;‎
• Keterlibatan pengalaman;‎
• Keterlibatan secara konsekuen.‎
b.‎ Validitas isi
Validitas isi suatu alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana isi ‎alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai ‎aspek kerangka konsep. Misalkan seorang peneliti menggunakan ‎konsepnya Glock dan Stark (1963) sebagaimana di atas, namun ia hanya ‎memasukkan tiga aspek saja dari lima aspek yang merupakan kerangka ‎konsep, maka instrumen yang digunkan tidak memiliki validitas isi yang ‎tinggi.‎ ‎ ‎
c.‎ Validitas eksternal
Validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara ‎mengkorelasikan alat pengukur baru dengan tolok ukur eksternal, berupa ‎alat ukur yang sudah valid,‎ ‎ atau antara satu instrumen yang sudah valid ‎dengan instrumen lain dan memiliki hasil yang relatif sama. Contoh untuk ‎mengukur status ekonomi keluarga misalkan dengan penghasilan keluarga; ‎kepemilikan barang berharga; jenis makanan yang dimakan dan ‎pemenuhan gizi-kalori setiap hari. Ketiga aspek tersebut memiliki hasil ‎yang sama dalam mengukur status ekonomi keluarga.‎
d.‎ Validitas prediktif
Validitas prediktif adalah tingkat kebenaran pada sebuah alat ‎atau instrumen untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan ‎datang. Contoh instrumen yang digunakan pada saat ujian seleksi ke ‎perguruan tinggi. Ujian tersebut memprediksi apa yang terjadi pada masa ‎yang akan datang berkaitan dengan mahasiswa. Peserta yang lulus seleksi ‎dengan nilai baik, diprediksikan akan mampu mengikuti pelajaran di ‎perguruan tinggi dengan sukses.‎
e.‎ Validitas budaya
Validitas budaya adalah validitas sebuah instrumen yang ‎berhubungan dengan budaya-budaya yang ada. Instrumen yang valid, ‎dapat memberikan hasil yang sama dalam penelitian terhadap budaya yang ‎berbeda, karena pada umumnya sebuah instrumen dapat valid ketikan ‎digunakan dalam penelitian budaya tertentu, namun tidak valid ketika ‎digunakan dalam penelitian budaya yang lain.‎
Contohnya kuisioner interaksi keluarga yang digunakan di ‎negara-negara Barat tidak sesuai dengan di Indonesia. Di Barat ‎menggunakan konsep nuclear family yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan ‎anak, sedangkan di Indonesia keluarga didasarkan pada extended family ‎yang tidak hanya melibatk¬an ayah, ibu dan anak saja, namun keluarga ‎dekat lainnya.‎
f.‎ Validitas rupa
Validitas rupa adalah jenis validitas yang berbeda dengan jenis ‎validitas yang dikemukanakan di atas. Berbeda dengan jenis validitas ‎lainnya, validitas rupa tidak menunjukkan apakah alat pengukur ‎‎(instrumen) mengukur apa yang ingin diukur; validitas rupa hanya ‎menunjukkan bahwa dari segi "rupanya" suatu alat pengukur tampaknya ‎mengukur apa yang ingin diukur.‎
Contohnya untuk mengukur kemampuan mengendarai mobil, ‎seorang sopir harus disuruh mengendarai mobil, atau menggunakan alat ‎simulasi yang mirip dengan keadaan sesungguhnya. Cara pengukuran ‎yang demikian memiliki validitas rupa. Sedangkan bila pengukuran ‎kemampuan mengendarai mobil dilakukan dengan ujian tertulis tentang ‎teknik mengendarai mobil, maka alat pengukur (instrumen) tersebut ‎kurang memiliki validitas rupa.‎
Dalam penelitian survai, validitas rupa instrumen bukanlah hal ‎yang menjadi masalah penting. Hal ini disebabkan dalam penelitian survai ‎alat ukur (instrumen) yang digunakan biasanya berupa kuisioner yang ‎tujuannya mencari fakta, bukannya untuk mengukur kemampuan ‎seseorang dalam aspek tertentu, seperti tingkat kecerdasan, kemampuan, ‎bakat dan keterampilan.‎
b.‎ Cara Menguji Validitas
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara sederhana cara ‎menguji validitas alat pengukur (instrumen). Salah satunya mendefinisikan ‎secara operasional konsep yang diukur, sebagaimana diuraikan di atas, yakni :‎
i Mencari defenisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ‎tertulis di dalam literatur;‎
ii Kalau sekiranya di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi ‎konsep yang ingin diukur, peneliti harus mendefinisikan sendiri ‎konsep tersebut. Untuk membantu penyusunan definisi dan ‎mewujudkan definisi tersebut ke dalam bentuk yang operasional, ‎peneliti disarankan untuk mendiskusikan konsep tersebut dengan ahli-‎ahli yang berkompeten di bidang konsep yang akan diukur. Kemudian ‎pendapat para ahli dan peneliti dicari kesamaannya;‎
iii Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon ‎responden, atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama ‎dengan responden.‎
Dari ketiga cara tersebut sebaiknya digunakan semua agar tercapai ‎validitas instrumen yang tinggi. Dalam contoh berikut, operasioanalisasi ‎konsep "nilai anak" didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan ‎Fawcett (1975). Menurut kedua ahli ini, dengan memiliki anak, orang tua akan ‎memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa ‎yang diperoleh tersebut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok nilai, ‎yakni nilai positif, nilai negatif, nilai keluarga besar, dan nilai keluarga kecil.‎
Sebagai contoh akan dikemukakan dua nilai saja, yakni nilai positif ‎dan nilai negatif. Nilai positif merupaka keuntungan karena memiliki anak, ‎dinataranya:‎
 Keuntungan emosional
 Keuntungan ekonomi dan rasa aman
 Pengayaan dan pengembangan diri
 Identifikasi pada anak
 Kemesraan keluarga dan keutuhan perkawinan
Nilai negatif adalah hal-hal yang merugikan karena memiliki anak, ‎terdiri atas:‎
 Beban emosional
 Beban ekonomi
 Berkurangnya keleluasaan dan kesempatan
 Beban tenaga
 Beban bagi keluarga.‎
Hal-hal yang bernilai positif atau negatif tersebut selanjutnya harus ‎dijabarkan ke dalam pertanyaan atau pernyataan yang lebih operasional, ‎berikut akan dikemukakan nilai positif dan negatif, masing-masing dua saja.‎
 Keuntungan emosional (rasa senang, cinta, damai karena memiliki ‎anak). Pernyataan dalam skala pengukuran:‎
a.‎ Orang yang tidak mempunyai anak tidak akan dapat merasakan ‎kebahagiaan yang sesungguhnya.‎
b.‎ Orang yang memiliki anak tidak akan kesepian di dalam hidupnya.‎
c.‎ Kehadiran anak-anak membuat suasana rumah menjadi meriah.‎
 Keuntungan ekonomi dan rasa aman (diperoleh dari anak berupa ‎sumbangan ekonomis, seperti sumbangan tenaga kerja, uang, dan ‎jaminan ekonomi di hari tua)contoh pernyataan:‎
a.‎ Banyak anak, banyak rezeki.‎
b.‎ Dengan banyak anak, pekerjaan di rumah menjadi ringan.‎
c.‎ Anak adalah jaminan hidup di masa tua.‎
 Beban emosional (kerugian yang didapat orang tua karena memiliki ‎anak: rasa jengkel, ketidaktenangan pikiran dan lain-lain).‎
a.‎ Memiliki anak membuat pikiran tidak pernah tenang.‎
b.‎ Anak adalah sumber kecemasan dalam hidup.‎
c.‎ Hidup ini akan lebih bahagia bila tidak memiliki anak.‎
 Beban ekonomi (kerugian secara finansial). Contohnya:‎
a.‎ Banyak anak, keuangan keluarga akan murat-marit.‎
b.‎ Dengan memiliki anak, kemewahan hidup akan berkurang..‎
c.‎ Hidup tanpa anak akan lebih menjamin ekonomi keluarga.‎
Setiap pernyataan tersebut disertai alternatif jawaban yang harus ‎dipilih responden. Alternatif jawaban bisa bermacam-macam bentuknya, salah ‎satu bentuk umum yang dipakai adalah:‎
a.‎ Sangat setuju
b.‎ Setuju
c.‎ Tidak berpendapat (netral)‎
d.‎ Tidak setuju
e.‎ Sangat tidak setuju.‎
Untuk pernyataan nilai positif, jawaban tersebut dinilai dengan angka ‎sebagai berikut:‎
a.‎ Sangat setuju ‎5‎
b.‎ Setuju ‎4‎
c.‎ Tidak berpendapat (netral)‎ ‎3‎
d.‎ Tidak setuju ‎2‎
e.‎ Sangat tidak setuju.‎ ‎1‎
Sedangkan untuk pernyataan nilai negatif, jawaban tersebut dinilai ‎dengan angka sebagai berikut:‎
a.‎ Sangat setuju ‎1‎
b.‎ Setuju ‎2‎
c.‎ Tidak berpendapat (netral)‎ ‎3‎
d.‎ Tidak setuju ‎4‎
e.‎ Sangat tidak setuju.‎ ‎5‎
C.‎ Reliabilitas Instrumen dalam Penelitian
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa reliabilitas adalah indeks ‎yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau ‎dapat diandalkan, dapat digunakan untuk beberapa penelitian berbeda dengan ‎hasil yang konsisten sama. ‎
Berhubung gejala sosial tidak semantap gejala fisik, maka dalam ‎pengukuran gejala sosial selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran ‎‎(measurement error). Dalam penelitian sosial, kesalahan pengukuran ini ‎cukup besar. Karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, ‎kesalahan pengukuran ini sangat diperhitungkan. ‎
Setiap hasil pengukuran sosial selalu merupakan kombinasi atau ‎gabungan antara hasil pengukuran yang sesungguhnya (true score) ditambah ‎dengan kesalahan pengukuran. Secara rumusan matematik, keadaan tersebut ‎digambarkan sebagai berikut:‎
Xo = Xt + Xc
Xo = Angka yang diperoleh (obtained score).‎
Xt = Angka yang sebenarnya (true score).‎
Xc = Kesalahan pengukuran (measurement error).‎
Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur ‎‎(instrument) tersebut. Sebaliknya, makin besar kesalahan pengukuran, makin ‎tidak reliabel insrumen tersebut.‎
Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari ‎indeks korelasi antar hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila angka korelasi ‎‎(r) dikuadratkan, hasil kuadrat ini disebut dengan 'koefisien determinasi' yang ‎merupakan petunjuk besarnya hasil pengukuran yang sebenarnya. Makin ‎tinggi angka korelasi, makin rendah angka kesalahan pengukuran. ‎

‎***‎
BAB III
PENUTUP
A.‎ Kesimpulan ‎
‎1.‎ Validitas berasal dari kata validity yang berarti kebenaran atau keabsahan. ‎Sedangkan menurut istilah validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan ‎dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. ‎Sedangkan reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti "hal dapat ‎dipercaya" dan "hal tahan uji". Reliabilitas memiliki beberapa nama, ‎seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan ‎lain sebagainya. Sementara menurut istilah penelitian, reliabilitas adalah ‎sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang ‎memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel.‎
‎2.‎ Validitas sebuah instrumen, menurut para ahli dapat dikelompokkan ke ‎dalam beberapa bagian, diantaranya:‎
a.‎ Jenis Validitas
‎-‎ Validitas konstruk
‎-‎ Validitas isi
‎-‎ Validitas eksternal
‎-‎ Validitas prediktif
‎-‎ Validitas budaya
‎-‎ Validitas rupa
b.‎ Cara Menguji Validitas
Diantaranya menggunkan tiga konsep berikut ini: ‎
‎-‎ Mencari defenisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ‎tertulis di dalam literatur;‎
‎-‎ Jika tidak ada konsep, peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep ‎dengan mendiskusikannya kepada ahli-ahli yang berkompeten di ‎bidang konsep yang akan diukur. ‎
‎-‎ Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon ‎responden, atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang ‎sama dengan responden.‎
Dari ketiga konsep tersebut, kemudian dioperasionalisasikan ke dalam ‎pernyataan atau pertanyaan.‎
‎3.‎ Dalam pengukuran reliabilitas, kesalahan selalu diperhitungkan. ini ‎didasarkan pada gejala sosial yang tidak semantap gejala fisik, sehingga ‎sering terjadi kesalahan. Makin kecil kesalahan pengukuran, makin ‎reliabel alat pengukur (instrument) tersebut. Sebaliknya, makin besar ‎kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel insrumen tersebut.‎
B.‎ Saran dan Kata Penutup
Penulisan makalah ini pada dasarnya masih jauh dari sempurna, untuk ‎itu penulis tidak menutup diri untuk diberi masukan dan saran. Namun demikian ‎penulis berharap bahwa makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan terima ‎kasih.‎
‎***‎
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin dalam Masri Singaribun dan Sofian Efendi, Metode ‎Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 2006.‎
Azwar, Saifuddin, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.‎
Djuntoro, Totok dan Bambang Suprijadi, menulis artikel & Karya Ilmiah, Bandung: ‎Rosdakarya, 2005.‎
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003.‎
Partanto, Pius A. dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: ‎Arbola, 2001.‎
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2008.‎

‎***‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar