Jumat, 26 Februari 2010

KEJAYAAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.‎ Latar Belakang masalah
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan Islam berada ‎di tangan para sahabat Nabi yang terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. ‎Setelah Khulafaur Rasyidin terakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib pada ‎tahun 40 H /660 M, kekhalifahan sempat dijabat oleh Hasan bin Ali, namun ‎karena Hasan bin Ali dinilai lemah sedangkan kekuatan Muawiyah semakin kuat, ‎maka Hasan bin Ali membuat perjanjian dan menyerahkan kekuasaan kepada ‎Muawiyah. Dari sinilah sistem pemerintahan baru dimulai, yakni sistem Dinasti ‎atau Bani.‎
Perbedaan yang mendasar antara Khulafaur Rasyidin dengan dinasti ‎atau kekhalifahan setelahnya adalah terletak pada proses bagaimana ia diangkat ‎sebagai khalifah dan pada perilakunya. Seorang khalifah di zaman Khulafaur ‎Rasyidin tidak pernah bertindak sendiri saja waktu negara mereka menghadapi ‎suatu kesulitan, tetapi kesulitan itu dimusyawarahkannya dengan para cerdik ‎pandai dan alim ulama, sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah dengan ‎sahabat-sahabatnya. Tetapi setelah periode al Khulafaur Rasyidin berakhir, ‎timbullah berbagai macam kese-wenang-wenangan dan kediktatoran, seakan di ‎tangan khalifah-khalifah itulah segala sesuatu.‎
Dinasti yang pertama kali memerintah setelah berakhirnya Khulafaur Rasyidin ‎adalah Dinasti (Bani) Umaiyah dan kemudian dilanjutkan oleh Bani Abbas.‎
Pada saat Bani Abbas (Abbasiyah) berkuasa perkembangan Islam ‎dan ilmu pengetahuan begitu pesat bahkan pada masa inilah peradaban Islam ‎mencapai puncak keemasannya, jika dibandingkan dengan pemerintahan Bani ‎Umaiyah bahkan dengan masa-masa berikutnya. Pada masa Bani Abbas ini ‎banyak lahir ilmuwan muslim dari berbagai disiplin ilmu. Bagaimanakah sistem ‎pemerintahan yang diterapkan oleh Bani Abbasiyah sehingga mampu membawa ‎peradaban Islam pada level yang tinggi?. Namun ketika Bani Abbasiyah ‎mengalami keruntuhan, ilmu pengetahuan dan peradaban Islam turut mengalami ‎kemunduran. Inilah yang menjadi acuan mengapa penulis tertarik untuk ‎membahas hal ini.‎

B.‎ Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diambil perumusan ‎masalah sebagai berikut:‎
‎1.‎ Bagaimanakah sejarah berdirinya Bani Abbasiyah?‎
‎2.‎ Bagaimanakah sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada masa Bani ‎Abbas di Bagdad ?‎
‎3.‎ Faktor apa sajakah yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah?‎
C.‎ Pendekatan
Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam kajian ini adalah ‎pendekatan histories diharapkan dengan pendekatan ini akan ditemukan jawaban-‎jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dalam bingkai kesejarahan.‎

D.‎ Metode Penelitian‎
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah ini ‎adalah library research (studi pustaka), yakni data dikumpulkan dengan cara ‎mencari dan mengelompokkan buku-buku/ naskah yang relevan dengan apa yang ‎menjadi fokus penelitian, lalu ditafsirkan dan dianalisis. ‎

E.‎ Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari lima bab, yakni: Bab I Pendahuluan, ‎yang meliputi: A.Latar Belakang masalah, B. Perumusan Masalah, C. Pendekatan, ‎D. Metode Penelitian, dan E. Sistematika Penulisan. Bab II membahas Sejarah ‎Berdirinya Bani Abbas, Bab III membahas Sejarah Pemikiran dan Peradaban ‎Islam pada masa Bani Abbas di Bagdad, sedangkan Bab IV membahas Faktor-‎faktor yang Menyebabkan Runtuhnya Dinasti Abbasiyah, dan Bab V berisi ‎Kesimpulan dan Penutup.‎
‎***‎
BAB II
SEJARAH BERDIRINYA KHALIFAH ABBASIYAH
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Ummayah kepada Daulah ‎Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di ‎tangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi SAW yang terdekat. Tuntutan ‎itu sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi gerakan ketika ‎Bani Ummayah naik takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Talib dan bersikap ‎keras terhadap Bani Hasyim.‎
Dinasti ini dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendirinya ‎adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw, yakni al-Abbas ibn ‎Abdul al-Muthalib ibn Hasyim. Diantara pendiri itu adalah Abu Abbas Assafah. ‎Abu Abbas Assafah adalah founding father sekaligus khalifah pertama bani ‎Abbasiyah. Nama lengkapnya adalah Abdullah Assafah ibn Muhammad ibn Ali ‎Ibn Abdullah ibn al-Abbas. ‎
Orang Abbasiyah –sebut Abbasiah—merasa lebih berhak dari pada ‎Bani Umaiyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani ‎Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, ‎orang Umaiyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. ‎Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiah mereka mengadakan gerakan ‎yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Ummaiyah.‎
Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-‎‎720) menjadi khalifah Daulah Ummayah. Umar memimpin dengan adil. ‎Ketenteraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada gerakan ‎Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-‎Humaymah. Pemimpin waktu itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, seorang ‎zahid. Dia kemudian diganti oleh anaknya, Muhammad, yang memperluas ‎gerakan. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan, yaitu al-Humaymah ‎sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung, dan ‎Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Muhammad wafat pada tahun 125 H/743 ‎M dan digantikan oleh anaknya, Ibrahim al-Imam. Panglima perangnya dipilih ‎seorang kuat asal Khurasan bernama Abu Muslim al-Khurasani. Abu Muslim ‎berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan demi ‎kemenangan. Pada awal tahun 132 H/749 M Ibrahim al-Imam tertangkap oleh ‎pemerintah Daulah Ummayah dan dipenjarakan sampai meninggal. Dia ‎digantikan oleh saudaranya, Abu Abbas. Tidak lama setelah itu dua bala tentara, ‎Abbasiyah dan Ummayah, bertempur di dekat sungai Zab bagian hulu. Dalam ‎pertempuran itu Bani Abbas mendapat kemenangan, dan bala tentaranya terus ‎menuju ke negeri Syam (Suriah); di sini kota demi kota dapat dikuasainya.‎
Sejak tahun 132 H/750 M itulah Daulah Abbasiyah dinyatakan ‎berdiri dengan khalifah pertamanya Abu Abbas as-Saffah. Daulat ini berlangsung ‎sampai tahun 656 H/1258 M. Masa yang panjang itu dilaluinya dengan pola ‎pemerintahan yang berubah-ubah sesuai perubahan politik, sosial, budaya, dan ‎penguasa.‎
Berikut para Khalifah Bani Abbas yang berkuasa sejak 750-1258 M.‎
‎1.‎ Abu Abbas Assafah 750-754M/ 132-137H‎
‎2.‎ Abu Ja’far Almansur 754-775M/ 137-159H‎
‎3.‎ al-Mahdi ‎ ‎775-785M/ 159-169H‎
‎4.‎ al-Hadi ‎ ‎785-786M/ 169-170H‎
‎5.‎ Harun Arrasyid ‎ ‎786-809M/ 170-194H‎
‎6.‎ al-Amin ‎809-813M/ 194-198H‎
‎7.‎ al-Makmun ‎ ‎813-833M/ 198-218H‎
‎8.‎ al-Mu’tasim ‎ ‎833-842M/ 218-227H‎
‎9.‎ al-Wasiq ‎ ‎842-847M/ 227-232H‎
‎10.‎ al-Mutawakil ‎ ‎847-861M/ 232-247H‎
‎11.‎ al-Muntasir ‎861-862M/ 247-248H‎
‎12.‎ al-Mustain ‎862-866M/ 248-252H‎
‎13.‎ al-Mu’taz ‎866-869M/ 252-256H‎
‎14.‎ al-Muhtadi ‎869-870M/ 256-257H‎
‎15.‎ al-Mu’tamid ‎870-892M/ 257-279H‎
‎16.‎ al-Mu’tadid ‎892-902M/ 279-290H‎
‎17.‎ al-Muktafi ‎902-908M/ 290-296H‎
‎18.‎ al-Muqtadir ‎ ‎908-932M/ 296-320H‎
‎19.‎ al-Qahir ‎932-934M/ 320-323H‎
‎20.‎ ar-Radi ‎934-940M/ 323-329H‎
‎21.‎ al-Muttaqi ‎940-944M/ 329-333H‎
‎22.‎ al-Muktafi ‎944-946M/ 333-335H‎
‎23.‎ al-Muti ‎946-974M/ 335-364H‎
‎24.‎ at-Ta’i ‎974-991M/ 364-381H‎
‎25.‎ al-Qadir ‎991-1031M/ 381-423H‎
‎26.‎ al-Qaim ‎ ‎1031-1075M/ 423-468H‎
‎27.‎ AL-Muqtadi ‎ ‎1075-1094M/ 468-487H‎
‎28.‎ AL-Mustazhir ‎1094-1118M/ 487-512H‎
‎29.‎ al-Murtasyid ‎1118-1135M/ 512-530H‎
‎30.‎ ar-Rasyid ‎1135-1136M/ 530-531H‎
‎31.‎ al-Muqtafi ‎1136-1160M/ 531-555H‎
‎32.‎ al-Mustanjid ‎1160-1170M/ 555-566H‎
‎33.‎ al-Mustadi ‎1170-1180M/ 566-576H‎
‎34.‎ an-Nasir ‎1180-1225M/ 576-622H‎
‎35.‎ az-Zahir ‎1225-1226M/ 622-623H‎
‎36.‎ al-Mustansir ‎1226-1242M/ 623-640H‎
‎37.‎ al-Musta’sim ‎ ‎1242-1258M ‎.‎

‎***‎
BAB III
SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ‎ABBAS DI BAGDAD
A. Periodesasi Bani Abbas
Menurut W. Montgomery Watt, sebagaimana dikutip oleh Badri ‎Yatim, bahwa kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari ‎tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola ‎pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, ‎sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para ‎sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima ‎periode.‎

‎1.‎ Periode Pertama ( 132 H/ 750 M – 232 H/ 847M), disebut pengaruh Persia ‎pertama.‎
Walaupun Abu Abbas adalah pendiri daulah ini, pemerintahannya ‎hanya singkat (750-754). Pembina sebenarnya daulah ini adalah Abu Ja'far al-‎Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Ummyyah, ‎Khawarij, dan juga Syiah yang mulai merasa dikucilkan dari kekuasaan.‎
Untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru ‎berdiri itu, Abu Ja'far al-Mansur kemudian memindahkan ibu kota dari al-‎Hasyimiyah, dekat Kufah, ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, pada ‎tahun 767. Di sana ia menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat ‎aparat yang duduk dalam lembaga eksekutif dan yudikatif.‎
Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah ini telah ‎diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-safah dan Abu Ja'far al-Mansur, ‎maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, ‎mulai dari Khalifah al-Mahdi (775-785) hingga Khalifah al-Wasiq (842-847). ‎Puncak popularitas daulat ini berada pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid ‎‎(786-809) dan puteranya al-Ma'mun (813-833). Daulat ini lebih menekankan ‎pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah yang ‎memang sudah luas.‎
Pada al-Mahdi, perekonomian meningkat. Irigasi yang dibangun ‎membuat hasil pertanian berlipat ganda dibandingkan dengan masa ‎sebelumnya. Pertambangan dan sumber-sumber alam bertambah dan demikian ‎pula perdagangan internasional ke timur dan barat dipergiat. Basra menjadi ‎pelabuhan transit yang penting yang sarananya lengkap.‎
Tingkat kemakmuran yang paling tinggi adalah pada zaman Harun ‎ar-Rasyid. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, ‎dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada ‎masa inilah Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat tak ‎tertandingi.‎
Pada masa Harun ar-Rasyid, kekayaan negara yang banyak ‎sebagian besar dipergunakannya untuk mendirikan rumah sakit, membiayai ‎pendidikan kedokteran dan farmasi. Sementara pada masa al-Makmun, ia ‎gunakan untuk menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen , sabi, ‎dan bahkan penyembah binatang untuk menerjemahkan berbagai buku ‎berbahasa asing ke dalam bahasa arab, serta mendirikan Bait al Hikmah ‎sebagai pusat penerjemahan dan akademik yang dilengkapi dengan ‎perpustakaan. Di dalamnya diajarkan berbagai cabang ilmu, seperti ‎kedokteran, matematika, geografi, dan filsafat. Disamping itu masjid-masjid ‎juga merupakan sekolah, tempat untuk mempelajari berbagai macam disiplin ‎ilmu dengan berbagai halaqat di dalamnya. Pada masanya, kota Bagdad ‎menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.‎
Perkembangan ilmu pengetahuan itu semakin cepat setelah ‎khalifah mendirikan lembaga yang sesuai, yaitu perpustakaan-perpustakaan, ‎yang terbesar diantaranya adalah Baitul Hikmah dan Darul Hikmah yang ‎didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa ‎Khalifah al-Makmun. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah universitas di ‎mana terdapat kitab-kitab secara lengkap. ‎
‎2.‎ Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M), disebut pengaruh Turki ‎petama.‎
Pilihan Khalifah al-Mu'tasim (833-842) terhadap unsur Turki ‎dalam ketentaraan terutama dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara ‎golongan Arab dan Persia pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Al-‎Mu'tasim (833-842) dan Khalifah sesudahnya al-Wasiq (842-847), mampu ‎mengendalikan mereka. Akan tetapi, Khalifah al-Mutawakil (847-861) yang ‎merupakan dari awal periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada ‎masanya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-‎Mutawakil wafat. Merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah sesuai ‎dengan kehendak mereka. Dengan demikian, kekuasaan tidak lagi berada di ‎tangan Bani Abbas meskipun mereka tetap berada pada jabatan Khalifah. ‎Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi ‎usaha itu selalu gagal. Pada tahun 892 Bagdad kembali menjadi ibu kota. ‎Kehidupan intelektual terus berkembang.‎
Setelah orang-orang Turki mulai melemah karena persaingan di ‎antara mereka sendiri, Khalifah ar-Radi menyerahkan kekuasaan kepada ‎Muhammad bin Ra'iq, gubernur Wasith dan Basra. Khalifah memberinya ‎gelar Amirul Umara (panglima dari para panglima). Namun demikian keadaan ‎Bani Abbas tidak menjadi lebih baik. Dari dua belas khalifah pada periode ini, ‎hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya, kalau bukan ‎dibunuh, mereka diturunkan dari takhta dengan paksa.‎
‎3.‎ Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M), masa kekuasaan Dinasti ‎Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga ‎dengan masa pengaruh Persia kedua.‎
Pada masa inilah munculnya pemikir-pemikir besar dalam berbagai ‎disiplin ilmu, seperti Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga ‎mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan kanal ‎masjid dan rumah sakit.‎
‎4.‎ Periode Keempat (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M), masa kekuasaan dinasti ‎Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga ‎dengan pengaruh Turki kedua.‎
Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga ‎berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp ‎Arselan dan Maliksyah, mendirikam Madrasah Nizamiyah (1067) dan ‎Madrasah Hanafiyah di Bagdad. Cabag-cabang Nizamiyah didirikan hampir di ‎setiap kota di Irak dan Khirasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan ‎tinggi di kemudian hari. Dari Madrasah ini telah lahir banyak cendikiawan ‎dalam berbagai disiplin ilmu. ‎
‎ 5. Periode Kelima ( 590 H/1194 M – 656 H/ 1258 M), masa khalifah bebas dari ‎pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.‎
Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah ‎kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya ‎di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah ‎menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol ‎dan Tartar menghancurluluhkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 ‎H/1258 M.‎ ‎ ‎
B. Kemajuan yang Dicapai oleh Bani Abbas
‎1. Faktor Politik.‎
a). Pindahnya ibu kota dari Syam ke Bagdad. Sebagaimana diuraikan diatas, ‎bahwa dengan alasan stabilitas, Abu Ja'far al-Mansur kemudian ‎memindahkan ibu kota dari al-Hasyimiyah ke Baghdad, bahkan ia ‎menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat aparat yang duduk ‎dalam lembaga eksekutif dan yudikatif.‎
b). Banyaknya cendikiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan ‎istana. Khalifah-khlaifah Abbasiyah, misalnya al- Mansur, banyak ‎mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendikiawan-‎cendikiawan Persia.‎
c). Diakuinya Muktazilah sebagai madzhab resmi negara pada masa khalifah ‎al-Ma'mun pada Tahun 827 M. Muktazilah adalah aliran yang ‎menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berpikir kepada manusia. ‎Aliran ini berkembang dalam masyarakat terutama pada masa Dinati ‎Abbasiyah I.‎
‎2. Aktivitas Ilmiah‎
a). Penyusunan buku-buku ilmiah
Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti ‎Abbasiyah I (132-232 H). Pada masa sebelumnya, ulama-ulama ‎mentransfer ilu mereka hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran ‎yang tidak teratur. Pada tahun 143 H, barulah mereka menyusun hadis, ‎fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa yang meliputi segala ‎bidang ilmu yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab ‎dalam bentuk buku yang tersusun secara sistematis.‎
b). Penerjemahan
Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya ‎dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa ‎asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani ke dalam bahasa ‎Arab.‎ ‎ Perhatian pemerintah dalam bidang penerjemahan cukup serius, ‎dimana Khalifah mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang kristen yang ‎sedia berjalan keliling benua atas biaya pemerintah. Tugas mereka ‎hanyalah mengumpulkan buku Yunani sebanyak-banyaknya kemudian ‎dibawa ke Baghdad untuk disalin.‎
c). Pensyarahan
Menjelang abad ke 10 M, kegiatan kaum muslimin bukan hanya ‎menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan ‎melakukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya ‎tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam ‎berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam ‎bentuk bab-bab dan pasal-pasal ‎ Bahkan dengan kepekaan mereka, hasil ‎kritik dan analisis itu memancing teori-teori baru sebagai hasil renungan ‎mereka sendiri.‎
d). Kemajuan ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
Ilmu pengetahuan agama telah berkembang sejak masa Dinasti ‎Ummaiyah, namun pasa masa dinasti Abbasiyah, ia mengalami ‎perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-‎ulama besar dan karya-karya agung dalam berbagai bidang ilmu agama. ‎Misalnya bidang ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, dan ilmu fiqih,‎ ‎ dan ‎ilmu umum seperti, filsafat, kedokteran, astronomi, ilmu pasti/ ‎matematika, dan geografi. ‎
Diantara para ulama dan ilmuwan antara lain adalah: al-Farabi ‎‎(870-950), Ibnu Sina (980-1037), al-Biruni (973-1048), Ibnu Maskawaih ‎‎(930-1030),‎ ‎ az-Zamaksyari, penulis dalam bidang tafsir dan 'Usul ad-Din ‎‎(teologi), al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu ‎kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu ‎perbintangan.‎

‎***‎


BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ‎
RUNTUHNYA BANI ABBAS

Faktor-faktor yang membuat Daulah Abbasiyah menjadi lemah dan ‎kemudian hancur dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan faktor-‎faktor ekstern. Di antara faktor-faktor intern adalah:‎
‎1.‎ Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam ‎Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki.‎
Pertentangan Arab-non-Arab, perselisihan antara muslim dengan ‎non-muslim, dan perpecahan dikalangan umat Islam sendiri telah membawa ‎kepada situasi kehancuran dalam pemerintahan.‎
Pada masa al-Mansur, dari keluarga mereka ada yang diangkat ‎menjadi wazir yang membawahi kepala-kepala departemen, seperti Khalid bin ‎Barmak. Bahkan al-Mansur pun mengangkat tentara Persi sebagai ‎pengawalnya. Meskipun demikian, orang-orang Persi tidak merasa puas. ‎Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Pesi pula. ‎Hal ini tampak ketika terjadi perang antara a-Amin dengan a-Makmun. ‎Peperangan ini sebenarnya buka perang saudara semata, melainkan secara ‎tidak langsung merupakan perang antar dua suku, Arab dan Persi. al-Amin ‎adalah anak Harun al-Rasyid dari isterinya Zubaidah, keturunan Arab. ‎Sedangkan al-Makmun putera Harun al-Rasyid dari isterinya Marajil, ‎keturunan persi.‎
‎2.‎ Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan ‎timbulnya konflik berdarah.‎
Tampilnya gerakan-gerakan pembangkang yang berkedok ‎keagamaan, seperti orang Qaramithah, Asasin, dan pihak-pihak lain turut ‎memporak-porandakan kesatuan akidah maupun nilai-nilai Islam yang bersih ‎di sepanjang masa. Saat itu kaum muslim terbelah menjadi banyak kelompok ‎seperti Khawarij, Syi'ah, --Itsna "Asyariyah, Isma'iliah, Assasin, ‎Qaramithah—Sunni, Mu'tazilah, dan sebagainya. Mereka satu sama lain tidak ‎akui terutama di kalangan elit politik menyebabkan sendi kekuatan Abbasiyah ‎menjadi makin hari makin lemah sampai kehancuran Baghdad.‎
‎3.‎ Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat di ‎Bagdad.‎
Munculnya dinasti-dinasti kecil yang benar-benar menikmati ‎independensi dari kekhalifahan pusat Abbasiyah, seperti Dinasti Ibn Thulun ‎dan Ikhsid di Mesir. Bani Thahir di Khurasan, Bani Saman di Persia dan di ma ‎wara al-nahar ( seberang Sungai Oxus), orang Ghaznawi di Afganistán, ‎Punjab dan India, bahkan Bani Buwaihiah -- penganut Syi'ah Itsna "Asyariyah ‎‎-- berhasil menduduki kekhalifahan di Shiraj, Persia. Setelah Buwaihiah ‎tumbang digantikan oleh saljuq yang Sunni. Hal ini terjadi karena lemahnya ‎kekhalifahan pusat.‎ ‎ ‎
‎4.‎ Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.‎
Beban pajak yang berlebihan dan pengaturan wilayah-wilayah ‎‎(provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang ‎pertanian dan industri. Saat para wali, amir, dan lain-lain termasuk kalangan ‎istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin.‎ ‎ ‎
Sedangkan faktor ekstern antara lain:‎
‎1.‎ Perang salib.‎
Sebelum datang Hulagu, di bagian barat wilayah Dinasti Abbasiyah ‎telah terjadi perang salib. Selama terjadi perang tersebut, di Baghdad sedang ‎terjadi keresahan. Sejak 632 M, ada ketegangan antar Kristen dan Islam untuk ‎menguasai Syam, Asia Kecil, Spanyol, dan lain-lain. Arus ekspansi Islam ‎yang makin tidak terbendung membuat mereka gelisah dan ketakutan, jangan-‎jangan Islam menguasai mereka. Akhirnya, terjadi Perang Salib membuat ‎dunia Islam menjadi lemah.‎
‎2.‎ Hadirnya tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, dan yang terakhir ‎inilah yang secara langsung menyebabkan hancurnya Daulah Abbasiyah dan ‎menguasai kota Bagdad. ‎
Bagdad yang terkenal sebagai pusat kebudayaan dan ilmu ‎pengetahuan Islam, pada tahun 1258 mendapat serbuan Mongol. Tentara ‎Mongol menyembelih seluruh penduduk dan menyapu Baghdad bersih dari ‎permukaan bumi. Dihancurkanlah segala macam peradaban dan pusaka yang ‎dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah dikarang ‎oleh ahli ilmu pengetahuan bertahun-tahun lalu dihanyutkan ke dalam sungai ‎Daljah sehingga berubah warna airnya lantaran tinta yang larut. Khalifah ‎sendiri beserta keluarganya ikut dimusnahkan sehingga putuslah bani Abbas ‎dan hancurlah kerajaan yang telah bertahta dengan kebesarannya selama 500 ‎tahun itu.‎
Dengan tragedi yang terjadi ini maka hancurlah kejayaan Islam ‎sebagai simbol kemajuan di berbagai bidang dan berselang beberapa lama ‎muncullah kerajaan-kerajaan Islam yang terkenal dengan tiga kerajaan besar ‎yang kemudian dapat diartikan sebagai kebangkitan Islam, meski tidak seperti ‎pada masa Abbasiyah.‎
‎***‎

BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.‎ Kesimpulan
‎1.‎ Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Ummaiyah ‎yang telah berkuasa sebelumnya. Dinasti ini dinamakan Dinasti Abbasiyah ‎karena para pendirinya adalah keturunan al-Abbas paman Nabi ‎Muhammad saw, yakni al-Abbas ibn Abdul al-Muthalib ibn Hasyim.‎
Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umaiyah ‎atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim ‎yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. ‎
Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz ‎‎(717-720) menjadi khalifah Daulah Ummayah. Umar memimpin dengan ‎adil. Ketenteraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada ‎gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang ‎berpusat di al-Humaymah.‎
‎2.‎ Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam pada Masa Bani Abbas di ‎Bagdad..‎
Selama Dinasti Abbasiyah berkuasa berkuasa, yakni 132 H (750 ‎M) s.d 656 H (1258 M), Masa pemerintahan Bani Abbas dapat dibagi ‎kedalam menjadi lima periode, yaitu:‎
a). Periode Pertama ( 132 H/ 750 M – 232 H/ 847M), disebut pengaruh ‎Persia pertama.‎
Puncak popularitas daulat ini berada pada zaman Khalifah ‎Harun ar-Rasyid (786-809) dan puteranya al-Ma'mun (813-833). ‎Daulat ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan ‎Islam, Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, ‎dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya ‎daripada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Pada masa inilah ‎Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat tak tertandingi
b). Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M), disebut pengaruh ‎Turki petama;‎
c). Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M), masa kekuasaan ‎Dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini ‎disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.‎
Pada masa inilah munculnya pemikir-pemikir besar seperti ‎al-Farabi (870-950), Ibnu Sina (980-1037), al-Biruni (973-1048), Ibnu ‎Maskawaih (930-1030) dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ‎ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. ‎Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan kanal masjid dan ‎rumah sakit.‎

d). Periode Keempat (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M), masa kekuasaan ‎dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya ‎disebut juga dengan pengaruh Turki kedua.‎
Di antara para cendikiawan Islam yang dilahirkan dan ‎berkembang pada masa periode ini adalah az-Zamaksyari, penulis ‎dalam bidang tafsir dan 'Usul ad-Din (teologi), al-Qusyairi dalam ‎bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan ‎Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.‎
e). Periode Kelima ( 590 H/1194 M – 656 H/ 1258 M), masa khalifah ‎bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di ‎sekitar kota Bagdad.‎
‎3.‎ Faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah
Faktor-faktor yang membuat Daulah Abbasiyah menjadi lemah ‎bahkan runtuh dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan ‎faktor-faktor ekstern. Di antara faktor-faktor intern adalah:‎
a)‎ Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun ‎dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki,‎
b)‎ Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering ‎menyebabkan timbulnya konflik berdarah,‎
c)‎ Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat di ‎Bagdad, dan
d)‎ Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.‎
Sedangkan faktor ekstern antara lain:‎
a)‎ Perang salib, dan
b)‎ Serangan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan.‎
Setelah bani Abbas secara defacto mengalami kemunduran dan ‎kehancuran, namun ilmu pengetahun tidak hancur sama sekali bersama ‎dengan hancurnya buku-buku dan perpustakaan, karena ilmu pengetahuan ‎telah banyak berpindah ke tangan orang-orang barat, yang telah banyak ‎menyalin ke dalam bahasa mereka. Dengan demikian secara tidak ‎langsung orang-orang barat mengakui peradaban dan kemajuan Islam dan ‎kemudian mereka mencuri pengetahuan dan peradaban dari dunia Islam.‎
B.‎ Penutup
Sejarah pemikiran dan peradaban Islam merupakan suatu realita sejarah ‎yang tidak dapat diinterpensi dan dimanipulasi, betapun meyakitkan bagi generasi ‎berikutnya. Demikian pembahasan sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada ‎masa Bani Abbas di Bagdad telah penulis selesaikan dan telah sesuai dengan ‎motode karya ilmiah dan telah dipresentasikan dihadapat 16 peserta, semoga ‎dapat dijadikan tambahan wawasan dan pelajaran bagi pembaca sekalian. Terima ‎kasih.‎


‎***‎

DAFTAR PUSTAKA



Anshari, Hafizh, Dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM,(Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, ‎‎1999)‎
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta, Pustaka Book ‎Publisher, 2007)‎
Munthoha Dkk, Pemikiran dan peradaban Islam, (Jakarta, UII Press, 2008)‎
Philip K. Hitti, History Of The Arabs: Edisi Terjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, ( Jakarta, Serambi, 2002)
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ‎‎(Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007)‎
Sya’labi, A.,Sejarah & Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, cet. ‎vi)‎
Yatim, Badri, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008)‎

KEJAYAAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

PANJI-PANJI ISLAM MENEMBUS SPANYOL
(BANI UMAYYAH)

A. Pendahuluan
Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin mula-mula muncul di mekah kemudian berkembang di Madinah dan beberapa daerah di sekitarnya. Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam lahir dari keluarga sederhana. Akhlak beliau diakui keluhurannya bukan hanya oleh keluarga maupun sahabatnya, namun musuh-musuhnya pun mengakui hal itu. Kebanggaan dan kekaguman keluarga, sahabat dan siapapun yang mengetahuinya tidak diragukan lagi hingga tiba saatnya beliau dilantik oleh Allah SWT sebagai Rasulullah pembawa risalah Islam.
Pada saat itulah mulai bermunculan beberapa asumsi bahwa kemunculan risalah atau agama baru ini dapat mengganggu tradisi kepercayaan masyarakat Qurays. Oleh karenanya tidak sedikit dari mereka yang menentang dakwah Nabi Muhammad tersebut hingga pada akhirnya Beliau dan para sahabat yang telah mengikuti ajaran Islam hijrah ke Madinah.
Keberadaan Beliau di Madinah merupakan keuntungan yang besar bagi perkembangan Islam, di mana kaum "Anshar" sebagai penduduk asli Madinah memang sangat merindukan kehadiran agama Islam yang Beliau bawa, bahkan mereka sangat antusias menyambutnya. Selain itu kaum Anshar juga menjadikan kaum "muhajirin" sebagai saudara-saudara mereka. Dengan keakraban yang sedemikian besar tumbuhlah Islam di tanah Madinah sebagai agama yang mengakomodasi semua lapisan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku (kabilah) maupun agama dan kepercayaan, inilah yang oleh Dr. Ahmad Yani Anshori disebut dengan mempertahankan kepentingan pluralisme, baik pluralisme kepentingan politik maupun keyakinan .
Perkembangan Islam semakin pesat terlebih ketika terjadinya fathul Makkah, banyak diantara penentang-penentangnya dulu kini menjadi pengikut Islam, bahkan menjadi pembela-pembela Islam di kemudian hari. Meski demikian tidak lantas menjadikan kaum muslimin dapat dengan mudah mengadakan perluasan wilayah ke daerah-daerah di sekitar semenanjung Arab.
Pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul awal 11 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 M penyebaran Islam sempat terhenti, ini dikarenakan awal pemerintahan Masa Abu Bakar Shiddiq (632-634 M) Khulafau Rasyidin yang pertama banyak terjadi kemelut didalam pemerintahannya, diantaranya banyaknya orang-orang yang dianggap murtad dan Nabi-nabi palsu serta pengemplang zakat. Ditambah lagi masa kekuasaannya yang hanya dua tahun.
Meski hanya memerintah selama kurang lebih dua tahun, pada masa Khalifah Abu Bakar Shiddiq ini, ekspansi telah mulai dilakukan ke wilayah Persia (Irak) dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang dibantu oleh Almutsanna bin Haritsah dan berhasil mengalahkan kerajaan Manadzirah dan pada tahun 634 M berhasil menduduki kota Hirrah dan Anbar (Irak). Sementara ke wilayah Suria dikirim pasukan dibawah pimpinan tiga jenderal yakni Amr bin Ash, Yazid bin Abi Shufyan, dan Syurahbil bin Hasanah. Bahkan untuk memperkuat pasukan ke Suria ini, Khalid bin Walid pun diminta untuk meninggalkan Irak dan segera bergabung dengan ketiga jenderal tersebut. Namun ekspansi ke Suria ini baru berhasil pada masa Umar bin Khattab.
Pada masa Abu Bakar (634-644 M) telah dilakukan ekspansi ke wilayah Suria, namun dalam masa itu Abu Bakar wafat dan khalifah Umar bin Khattab sebagai pengganti Abu Bakar melanjutkan ekspansi tersebut. Pada tahun 635 M, beberapa kota dapat dikuasai, antara lain Suria dan Damaskus dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium dapat ditaklukan, seluruh wilayah Suria jatuh ke tangan Islam. Dengan dikuasainya Suria oleh pasukan Islam, maka kota tersebut dijadikan basis ekspansi berikutnya, seperti dibawah pimpinan Amr bin Ash ekspansi dilakukan ke Mesir, dan dibwah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqash ekspansi dilakukan ke Irak yakni Al-Qadisiyah (sebuah kota dekat Hirrah) dan berhasil dikuasai pada tahun 637 M. Sedangkan ekspansi ke Mesir baru berhasil menguasai kota Iskandariah (ibu kota Mesir) pada tahun 641 M .
Setelah jatuhnya Al-Qadisiyah serangan dilanjutkan ke Al-Madain ibu kota Persia dan dapat di kuasai tahun itu juga. Ibu kota baru bagi daerah ini adalah Al-Kufah yang pada mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah Hirrah. Dengan ekspansi yang dilakukan pada masa Umar ini kekuasaan Islam meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan (644-656 M) ekspansi sempat dilakukan, yakni ke daerah Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain, namun ekspansi berhenti sampai disini . Pada masa Ali bin Abi Thalib (656-661 M) bisa dikatakan tidak ada ekspansi Islam ke daerah lain, ini dikarenakan pergolakan politik dalam istana yang sangat kacau.
Berdasarkan uraian di atas, ekspansi pada masa Khulafau Rasyidin sudah meliputi berbagai wilayah di semenanjung Arab, Suria (Syiria), Irak, sebagian Persia bahkan Mesir. Dengan demikian Bani Umayyah kelak akan melanjutkan ekspansi ini ke wilayah-wilayah berikutnya, dan wilayah yang telah dikuasai Islam ini menjadi batu loncatan bagi ekspansi Umayyah.
Bani Umayyah sebagai dinasti yang melanjutkan kepemimpinan umat Islam disebut-sebut sebagai dinasti yang berhasil mengembangkan sayap-sayap Islam dan menancapkan Panji-panji Islam ke berbagai daerah, termasuk ke daerah Eropa di bagian barat. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses ekspansi ke Spanyol?
2. Bagaimana politik Bani Umayyah dalam mengadakan ekspansi ke Spanyol?
3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung ekspansi tersebut ?

***

B. Ekspansi Islam ke Spanyol
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perluasan wilayah Islam yang lebih dikenal dengan istilah ekspansi Islam telah dilakukan oleh Khulafau Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin bin Khattab yang saat itu telah mencapai beberapa daerah di semenanjung Arab, Suria (Syiria), Irak, sebagian Persia bahkan Mesir. Sebagaimana diketahui bahwa penerus dari Khulafau Rasyidin adalah bani Umayyah, maka pada masa inilah beberapa hal mulai dilakukan. Baik penataan pemerintahan, maupun ekspansi.
PARA KHALIFAH BANI UMAYYAH DI DAMASKUS
1. Muawyah bin Abi Shufyan 41-60 H/ 661-680 M
2. Yazid bin Muawiyah 60-64 H/ 680-683 M
3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II) 64-64 H/ 683-684 M
4. Marwan bin Hakam 64-65 H/ 684-685 M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86 H/ 685-705 M
6. Al Walid bin Abdul Malik 86-96 H/ 705-715 M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H/ 715-717 M
8. Umar bin Abdul Aziz (Umar II) 99-101 H/ 717-720 M
9. Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) 101-105 H/ 720-724 M
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/ 724-743 M
11. Al Walid bin Yazid Al Walid II) 125-126H/ 743-744 M
12. Yazid bin Al Walid (Yazid III) 126 H 744 M
13. Ibrahim bin Al Walid 126-127 H/ 744-744 M
14. Marwan bin Muhammad (Marwan II) 127-132 H/ 744-750 M
Pada saat Muawiyah naik tahta, ibu kota kerajaannya berpusat di provinsi Suriah, Damaskus. Namun demikian masih ada persoalan politik yang belum tuntas, yakni yang berhubungan dengan keluarga dan pengikut Ali Bin Abi Thalib walaupun Amr bin Ash sebagai tangan kanan Muawiyah berhasil mengalahkan gubernur Mesir yang loyal kepada Ali Bin Abi Thalib. Disamping itu tantangan lainnya adalah masyarakat Mekah dan Madinah yang tidak mau tunduk kepada Muawiyah, karena Muawiyah dianggap sebagai orang yang baru saja memeluk Islam, yakni pada saat Fathul Makkah. Selain itu ada konflik juga dengan kelompok Zubeir.
Dengan kepiawaian Muawiyah ia dapat mengendalikan stabilitas politik dan melanjutkan missinya, yakni mengadakan ekspansi ke daerah-daerah lain, diantaranya ekspansi ke Afrika Utara yang dipimpin oleh Uqbah bin Nafi', ke sebelah timur pasukan Islam berhasil menaklukan Khurasan, dari Bashrah menyeberangi sungai Oxus dan meyerbu Bukhara di Turkistan.
Uqbah yang diutus oleh Mawiyah pada tahun 50 H atau sekitar 670 M bersama 10.000 tentara menuju Afrika dan berhasil menaklukan orang-orang Barbar yang kemudian banyak bergabung dengan pasukan Uqbah. Uqbah kemudian diangkat menjadi gubernur Afrika yang sebelumnya Afrika masuk dalam kekuasaan gubernur Mesir. Namun Uqbah diturunkan dari jabatannya dan digantikan oleh Abu Al Muhajir . Pada tahun 681 M ia diangkat menjadi panglima yang melakukan ekspedisi besar ke barat yang diberitakan sampai Atlantik, namun dalam perjalanan pulang ia disergap dan dibunuh oleh Kusaylah seorang Barbar, hingga akhirnya orang-orang Barbar kembali menguasai Afrika Utara. Namun demikian terjadi perpecahan di antara suku Barbar yang pada akhirnya menguntungkan pasukan Islam dibawah komando gubernur Afrika Utara Hasan bin Nu'man dengan menumpas mereka pada tahun 702 M. dan banyak kemudian yang memeluk Islam. Hasan bin Nu'man diangkat menjadi gubernur Afrika Utara oleh khalifah bani Umayyah ke-5 Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).
Pada saat Khalifah Umayyah dijabat oleh Alwalid bin Abdul Malik (705-715 M) gubernur Afrika Utara dijabat oleh Musa bin Nusayr. Musa bin Nusayr mengadakan perluasan wilayah dengan menyerang Aljazair dan Maroko dan kemudian mengangkat Tariq bin Ziyad sebagai wakil di daerah itu disamping membersihkan sisa-sisa pemberontak Barbar di pegunungan.
Dengan dikuasainya Aljazair dan Maroko, maka semakin terbukalah pintu ekspansi ke daerah Spanyol (setelah dikuasai Islam lebih dikenal dengan nama Andalusia). Dalam proses penaklukan Spanyol ada tiga pahlawan Islam yang paling berjasa dalam satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nusayr. Tharif bertindak sebagai perintis dan penyelidik sebelum mengadakan serangan dalam jumlah besar. Ia meyeberang selat yang ada antara Maroko dan Eropa dengan satu pasukan. 500 orang diantaranya pasukan berkuda. Tharif beserta pasukannya menyeberang selat dengan menggunakan empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam pertempuran yang dialami Tharif tidak mengalami kesulitan yang berarti, bahkan ketika ia kembali ke Afrika Utara ia banyak membawa harta rampasan perang.
Pahlawan Islam yang berjasa berikutnya adalah Thariq bin Ziyad. Thariq adalah budak Barbar yang mana suku barbar merupakan penduduk mayoritas di Afrika. Berawal dari kemenangan sebelumnya yang diraih oleh Tharif, pada tahun 711 M. Musa bin Nusayr memerintahkan Thariq untuk mengadakan serangan berikutnya ke Spanyol dengan membawa 7.000 pasukan. Pasukan tersebut sebagian besar terdiri dari orang-orang Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusayr dan sebagian lainnya adalah pasukan Arab yang dikirim oleh khalifah Al-Walid. Thariq menyeberangi selat dan berlabuh disebuah bukit karang yang kemudian diberi nama Jabal Thariq (Gibraltar) , bahkan sampai saat ini selat yang mereka seberangi itupun diberi nama selat Gibraltar.
Sesampainya di sana Thariq membakar kapal-kapal yang mereka gunakan untuk menyeberang, ini dilakukan sebagai motivasi heroik Thariq dalam melakukan penyerangan. Orasi Thariq digubah oleh Iqbal dalam sebuah karya puisi yang berjudul "Piyam-i- Mashriq":
"Tatkala Thariq membakar kapal-kapalnya di Andalusia (Spanyol), prajurit-prajuritnya mengatakan, tindakannya tidak bijaksana. Bagaiman mereka bisa kembali ke negeri asal mereka, dan perusakan peralatan adalah pertentangan dengan hukum Islam. Mendengar itu semua Thariq menghunus pedangnya, dan meyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Allah demikian juga kampung halaman kita"
Menurut M. Thohir, sebagaimana dikutip oleh Didin Saefudin Buchori, bahwa Thariq berorasi dihadapan pasukannya sesaat setelah mendarat dengan ucapan sebagai berikut:
"Saudara-saudara sekalian, kita sekarang berada dalam dua pilihan, menang atau mati. Di belakang kita terbentang lautan sedangkan di hadapan kita lawan sudah menghunus pedang. Tiada lagi jalan mundur. Barangsiapa lapar, ambillah makanan yang tersedia di tangan lawan, dan barangsiapa yang membutuhkan senjata, ambillah dari angan lawan"

Dicambuk oleh kata- Thariq tersebut, seluruh pasukan bersatu padu dengan semangat yang luar biasa. Ketika Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5.000 sehingga total mencapai 12.000 pasukan namun masih tidak sebanding dengan pasukan kerajaan Ghotik dibawah raja Roderik yang mencapai 100.000 orang. Meski demikian, dengan semangat yang luar biasa pasukan Thariq dapat melumpuhkan raja Roderik dan pengikutnya di dekat sungai Lekkah (Wadi' Bakkah), orang Spanyol menyebutnya Barbate . Dengan kemenangan ini panji-panji Islam mulai di kibarkan di belahan bumi bagian barat.
Selanjutnya Thariq melajutkan perjalanan melintasi kota-kota yang cukup mudah dan tidak ada perlawanan berarti. Ia menuju Toledo. Pasukan lainnya masing-masing menyerang Arkidona, Elvira (dekat Granada). Pasukan lainnya dibawah komando Mughith Al-Rumi (orang Romawi) menyerang Kordova kota masa depan umat Islam dapat dikuasai setelah dua bulan diadakan pengepungan. Penyerangan ke Malaga tidak mendapat perlawanan berarti. Toledo merupakan ibu kota kerajaan Ghotik juga dapat dikuasai. Sedangkan kota Sevilla yang dikelilingi benteng kuat dihindari.
Mendengar berita kemenangan yang dialami oleh panglimanya, pada bulan Juni 712 M. Musa bin Nusayr turut serta mengadakan penyerangan ke Spanyol. Tujuannya adalah untuk menyerang kota-kota yang dihindari oleh Thariq, diantaranya adalah Medina Sidon dan Carmona. Sedangkan Sevilla kota terbesar Spanyol yang pernah menjadi ibu kota Romawi baru dapat dikuasai sekitar setahun kemudian, yakni pada bulan Juni 713 M.
Musa dan Thariq melanjutkan penyerangan ke wilayah Aragon, yakni Castilla dan Katalonia. Keduanya juga berhasil menguasai Saragosa dan Barcelona dan terus bergerak hingga tiba di pegunungan Pyrenees (pegunungan yang memisahkan Spanyol dan Perancis). Hanya pegunungan bagian barat laut yang tidak dikuasai, di sana tempat bersembunyi tokoh dan pembesar bangsa Ghotik . Mereka bersembunyi dan menyusun kekuatan di sana selama 500 tahun hingga akhirnya menjadi sebuah kekuatan yang kelak mengusir Islam dari tanah Spanyol tersebut.
Dalam penaklukan berikutnya hanya dilakukan oleh pasukan yang dipimpin oleh Musa bi Nusayr sendiri, ia menaklukan bagian selatan Perancis sekarang, dan terus bergerak hingga berhasil menaklukan Konstantinopel. Belum lagi ia sempat melakukan penaklukan berikutnya ia diperintahkan menghadap Khalifah Al-Walid di Damaskus. Sebelum ia meninggalkan Spanyol ia mengangkat anaknya yakni Abdul Aziz bin Musa sebagai gubernur (wali) di Spanyol dan putera yang lain Abdullah bi Musa menjadi gubernur di Afrika .
Sejak Abdul Aziz bin Musa bin Nusayr menjadi gubernur Andalus menggantikan ayahnya yang kembali ke Damaskus, ia mulai menyusun dan menata sistem pemerintahan dan menyediakan dana khusus untuk menyusun hukum syara' dan kondisi masyarakat. Ia juga mencurahkan perhatiannya pada sektor pertanian dan membangun jalan-jalan, meringankan beban pajak dari sebelumnya yang amat besar yang ditarik oleh kerajaan Ghotik. Abdul Aziz bin Musa juga menganjurkan kepada umat Islam Arab agar toleransi terhadap penduduk pribumi, serta melakukan persamaan hak sebagai warga Spanyol tanpa memandang suku bahkan agama. Bahkan ia menikahi janda Roderik, dan inilah menurut sebagian sejarawan perkawinan pertama antara Muslim dengan wanita Spanyol. Namun keadilannya itu dimanfaatkan oleh musuh-musuhnya dari kelompok kristen untuk menggulingkannya dengan memfitnah Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik di Damaskus dengan dalih bahwa Abdul Aziz bin Musa akan menuntut Khalifah atas apa yang menimpa ayahnya sepulang dari Spanyol. Atas dasar fitnah itulah diprovokasi tentara Spanyol untuk menghabisi Abdul Aziz bin Musa. Setelah Abdul Aziz bin Musa tewas, diangkatlah Muhammad bin Yazid sebagai pengasa Afrika dan Spanyol.
Sepanjang perjalanan sejarah Islam di Spanyol yang berkuasa sekitar 9 abad, 7 abad masa kestabilan dan 2 abad masa kemunduran. Kemajuan dan kemakmuran tidak diragukan lagi, bahkan di sana menjadi pusat kebudayaan Islam dan kajian keilmuan bagi semua lapisan masyarakat baik Islam, Kristen maupun yahudi yang tersebar di beberapa kota seperti Universitas Kordoba, Toledo dan Sevilla Hingga kemundurannya sekitar abad ke-13 dan kehancurannya pada awal abad ke-17.
Menurut beberapa sejarawan kekuasaan Islam di Spanyol dibagi ke dalam enam periode. Pertama berlangsung dari tahun 711-755 M, di mana Spanyol di bawah pemerintahan para wali (gubernur) yang diangkat oleh khalifah di Damaskus. Dalam periode ini terjadi 20 pergantian wali akibat perebutan otoritas penguasa Spanyol antara khalifah di Damaskus dengan gubernur Afrika Utara. Hal ini diperparah dengan perseteruan antar etnis, yakni bangsa Barbar dari Afrika Utara dan Arab di Damaskus.
Periode kedua dari tahun 755-912 M. Periode ini ditandai dengan masuknya Abdurrahman Addakhil (cucu Umayyah) sebagai penguasa Spanyol dan menjadi amir yang merdeka pada tahun 756 M. Ia menjadi seteru bani Abbas di Baghdad. Sejak itulah Dinasti Umayyah II berdiri dengan Kordoba sebagai ibu kotanya. Awal pemerintaha Abdurrahman ini ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan bangsa Barbar yang memang telah berseteru dengan bangsa Arab sebelumnya. Selain itu Abdurrahman juga menghadapi koalisi yang cukup besar dari kelompok bangsa Arab sendiri yang telah lama berada di Spanyol.
Periode ketiga dari tahun 912-1013 M. Periode ini ditandai dengan penggunaan gelar An-Nashir oleh Abdurrahman III hingga munculnya raja-raja kelompok (muluku ath-thawaif).
Perode keempat dari tahun 1013-1086 M. Periode ini ditandai oleh terpecahnya kekuasaan Islam di Spanyol ke dalam lebih dari 30 raja-raja kecil atau muluku ath-thawaif . hal inilah yang menyebabkan kelemahan Islam hingga pasukan Kristen mulai menyusun strategi dan kekuatan untuk menggempur Islam di Spanyol.
Periode kelima dari tahun 1086-1248 M. Pada masa ini muncul dua kerajaan Islam yang dapat diperhitungkan, yakni Al-Murabbitun dan Al-Muwahhidun.
Periode keenam dari tahun 1248-1492 M. Pada masa ini muncul tanda-tanda kehancuran Islam Spanyol. Pada masa ini hanya Dinasti Ahmar di Granada yang berkuasa pada tahun 1232-1492. pada masa-masa ini kekeuatan Kristen telah kuat, sebaliknya Islam terpecah belah karena adu domba dan intervensi istana oleh kerajaan Kristen di bawah raja Ferdinand dan Isabella, hingga kehancuran tinggal menunggu waktu saja .
Menurut Harun Nasution bahwa diantara sebab kemunduran dan keruntuhan Islam di Spanyol adalah timbulnya peperangan antara dinasti-dinasti Islam dengan raja-raja Kristen yang ada di sana. Raja-raja kristen menggunakan politik adu domba yang mengakibatkan dinasti Islam tercerai-berai sedangkan mereka bersatu dan menyusun kekuatan, hingga satu persatu dinasti-dinasti Islam dilumpuhkan. Pada tahun 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, menyusul Sevilla di tahun 1248 dan Granada di tahun 1491. Orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol, sehingga pada tahun 1609 dapat dikatakan Islam lenyap dari bumi Spanyol. Orang-orang Islam yang memegang teguh agamanya sebagian besar mereka pindah ke kota-kota di pantai Afrika Utara . Kini panji-panji Islam telah hilang dari bumi Spanyol dan hanya menjadi catatan sejarah. Catatan yang membuat bangga generasi yang Islam saat ini namun entah sampai kapan akan mampu untuk bangkit kembali.
***
C. Politik Bani Umayyah dalam Ekspansi ke Spanyol
Muawiyah bin Abi Shufyan adalah seorang dari bangsa Arab yang menjadi Khalifah pertama dan pendiri dari Bani Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang politikus yang cerdik, tepat dalam planing urusan dunia, bijaksana, dan sebagai seorang pujangga . Dalam sebuah riwayat, Muawiyah adalah seorang khalifah yang luar biasa. Ia menghindari kekerasan jika memang tidak diperlukan. "aku tidak akan menggunakan pedang" ujarnya, "ketika cukup menggunakan cambuk, dan tidak akan menggunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabat-sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas; saat mereka menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku menariknya dengan keras" .
Pada masa Muawiyah berkuasa, perhatian umat Islam diarahkan untuk mengadakan ekspansi ke bagian uatara dan barat, dimana imperium Romawi timur suka mengadakan penyerangan ke kawasan kaum Muslimin yang berbatasan dengannya. Untuk itu Muawiyah menyusun angkatan perangnya, baik angkatan darat maupun angkatan laut . Semangat Muawiyah dalam mengadakan ekspansi terlihat khususnya pada tahun 48 H. Ia mengadakan persiapan dan penyerangan ke Konstantinopel melalui darat dan laut. Komandan kali ini adalah Sufyan bin Auf. Selain Sufyan bin Auf, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, dan Abu Ayub Al Anshari turut serta dalam pasukan tersebut. Sesampai di konstantinopel, pasukan ini dihadang oleh tentara Romawi dengan kuat, sehingga pasukan kaum muslimin tidak dapat mengalahkan mereka. Bahkan Abu Ayub Al Anshari tewas dalam pertempuran tersebut. Akhirnya pasukan kaum muslimin kembali ke Syam setelah banyak pasukan Muslim gugur di medan perang dan kapal-kapal yang mereka gunakan dibakar oleh orang-orang Yunani .
Kekalahan yang dialami tidak membuat Muawiyah patah semangat, bahkan ia membuat strategi baru dengan menguasai daerah-daerah yang lebih dekat dengan kota-kota sasaran, yakni dengan mengutus Uqbah bin Nafi' untuk menguasai Afrika Utara. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa dari Afrika Utara inilah diadakan penyerangan-penyerang ke daerah barat hingga Spanyol.
Khalifah kedua dari bani Umayyah adalah Yazid bin Muawiyah. Pengangkatan Yazid sebagai putera mahkota hingga menjadi khalifah bermula dari rencana Muawiyah memecat Al Mughirah gubernur Kufah yang akan digantikan oleh Sa'id bin Ash. Kemudian berita itu sampai kepada Al Mughirah. Maka Al Mughirah pun segera menemui Yazid bin Muawiyah seraya berkata : "sesungguhnya para sahabat Rasulullah telah berpulang ke Rahmatullah, begitu pula para tokoh Qurays yang berpengaruh, sedangkan sekarang tinggal puteranya, sedangkan engkau di antara mereka dan merupakan yang paling utama, paling jitu pemikirannya, paling banyak mengetahui As Sunah, serta mengetahui di bidang politik. Aku tidak tahu alasan apa yang menyebabkan amirul mukminin tidak mengangkat engkau sebagai putera mahkota agar menjadi khalifah sesudahnya". Yazid bertanya: "engkau yakin akan hal itu?". Al Mughirah menjawab: "ya".
Pernyataan Al Mughirah tersebut telah meracuni pikiran Yazid, hingga akhirnya terdengar oleh Muawiyah. Lalu Muawiyah bertanya kepada Al Mughirah:" apa yang telah engkau katakan kepada Yazid?". Al Mughirah menjawab: "wahai amirul mukminin, sesungguhnya aku telah menyaksikan pertumpahan darah dan perselisihan sepeninggal Utsman. Alangkah baiknya Engkau mewariskan kekhalifahan kepada Yazid. Sungguh Yazid lebih berhak menjadi putera mahkota dan menjadi khalifah sepeninggalanmu nanti. Sampaikanlah hal ini kepadanya dan kepada masyarakat luas, bahwa langkah ini diambil demi menghindari pertumpahan darah". Muawiyah bertanya: "siapa yang akan mendukung?". Al Mughirah menjawab: "Aku dan penduduk Kufah akan mendukungmu" . Dengan demikian disampaikanlah keputusan untuk mengangkat Yazid sebagai putera mahkota kepada masyarakat luas. Banyak yang mendukung dan ada pula yang menolak.
Maka pada saat Muawiyah meninggal, masyarakat luas membaiat Yazid sebagai khalifah, kecuali Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair,Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar. Kemudian Al Walid memerintahkan Al Walid bin 'Utbah sebagai gubernur Madinah, agar mereka membaiatnya. Ternyata Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar membaiatnya, sedangkan Abdullah bin Zubair melarikan diri ke Mekkah . Meski mendapat penolakan dari beberapa tokoh, namun kenyataanya ia menjadi khalifah bani Umayyah selama kurang lebih tiga tahun. Pada masa pemerintahannya belum ada ekspansi yang berarti ke Spanyol.
Ekspansi ke Spanyol mulai terbuka ketika khalifah bani Umayyah keenam Al Walid bin Abdul Malik mengangkat Musa bin Nusayr sebagai gubernur Afrika Utara. Di sana ia bersama Thariq bin Ziyad mengadakan beberapa perluasan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Hal yang menarik adalah fenomena Thariq bin Ziyad yang menjadi penakluk Spanyol adalah budak dari Musa bin Nusayr. Sedangkan Musa bin Nusayr yang menjadi gubernur Afrika Utara dan menjadi panglima perang bersama Thariq di Spanyol adalah seorang budak dari Abdul Aziz bin Marwan.
Pada masa Al Walid bin Abdul Malik inilah Thariq berhasil menaklukan Spanyol. Keberhasilan Thariq yang luar biasa membuat Musa bin Nusayr khawatir jika Thariq kelak menguasai banyak daerah dan menjadi penguasa di daerah yang ia taklukan. Itulah sebabnya Musa meminta Thariq menghentikan ekspansi. Namun Thariq tetap bergerak melakukan penyerangan ke daerah-daerah lain, hingga Musa tiba dan menghukum Thariq mencambuk dan memenjarakannya. Dalam penjara Thariq mengirim surat ke Khalifah hingga khalifah membebaskannya dan terus berjuang bersama Musa .
Keberhasilan Musa dan Thariq membuat Khalifah Al Walid khawatir akan ambisi Musa menjadikan Spanyol sebagai kekuasaanya. Untuk itulah Al Walid mengirim surat agar keduanya kembali ke Damaskus. Kemudian Musa dan Thariq kembali ke Damaskus. Ketika Musa masih dalam perjalanan ke Damaskus, Al Walid bin Abdul Malik jatuh sakit dan Sulaiman bin Abdul Malik, saudara dari Al Walid bin Abdul Malik yang telah dinobatkan sebagai putera mahkota meminta Musa agar memperlambat perjalanannya, sehingga harta rampasan perang tidak jatuh ke tangan Al Walid. namun Musa dan Thariq tidak mengindahkannya hingga tiba di Damaskus dan bertemu Al Walid. Maka ketika Al Walid wafat, Sulaiman dendam dan menghukum Musa bin Nusayr .
Harta rampasan perang yang dibawa oleh Musa beserta pasukannya sangat luar biasa. Pada tahun 715 Musa memasuki Damaskus dengan diiringi 400 pangeran dan perwira raja Ghotik, yang semuanya menggunakan mahkota dan korset dari emas serta pakaian berhiaskan batu permata. Kedatangannya begitu bergengsi dan megah dan merupakan gelombang pasang sejarah Islam. Mereka disambut oleh khalifah di pelataran Masjid dengan luar biasa. Untuk pertama kalinya ribuan bangsawan barat dan ribuan tawanan bangsa Eropa terlihat memberi penghormatan kepada pemimpin kaum beriman. Mereka membawa sebuah meja besar yang menjadi kebanggaan raja-raja Ghotik, meja yang terbuat dari beberpa permata dan perhiasan.
Inilah yang kemudian membuat penerus Al Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik marah dan menghukum Musa bin Nusayr. Musa dihukum bahkan ada riwayat ia dijemur di bawah terik matahari serta disita seluruh fasilitasnya hingga ia betul-betul menjadi terhina, bahkan pada masa tuanya sang jenderal besar dari Afrika dan penakluk Spanyol itu menjadi pengemis di kawasan Hijaz, tepatnya di Wadi' Al Qura . Inilah hukuman yang juga pernah dirasakan oleh Thariq bin Ziyad ketika tidak menindahkan titah Musa sang atasan, dan kini Musa pun merasakannya.
***
D. Faktor-faktor yang Mendukung Ekpansi ke Spanyol
Keberhasilan Ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan Islam) pada masa Bani Umayyah ke berbagai daerah di samping faktor internal khalifah-khalifah yang memang ahli di bidang politik, juga karena faktor-faktor eksternal, yakni kondisi-kondisi di daerah sasaran ekspansi.
Menurut Harun Nasution, setidaknya ada tujuh faktor yang mendukung suksesi ekspansi ke berbagai daerah, yaitu:
1. Islam tidak hanya mengandung ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia, namun Islam agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat yang berdiri sendiri lagi mempunyai sistem pemerintahan, undang-undang dan lembaga-lembaga sendiri. Islam tidak sama dengan agama-agama lain, ia segera dalam sejarah mengambil bentuk negara yang kian hari kian meluas daerahnya;
2. Para sahabat Nabi meyakini bahwa menyebarkan ajaran Islam adalah sebuah kewajiban. Disamping itu kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam adalah gemar berperang, sehingga bertemulah antara sebuah keyakinan menyebarkan ajaran Islam dengan kebiasaan berperang;
3. Terjadi konflik dan kekacauan dalam daerah-daerah yang menjadi sasaran ekspansi, seperti di Persia terjadi persaingan antara anggota keluarga raja di samping ada perbedaan pemahaman agam. Di Bizantium terjadi perpecahan soal kepercayaan dalam Kristen antara kepercayaan versi pemerintah dan versii Gereja, sedangkan di Andalus terjadi permusuhan antara Yulian (gubernur Romawi di Bizantium) dengan Roderik (kerajaan Visighot). Roderik sendiri bersengketa dengan saudaranya sendiri yaitu Witiza. Oleh karenanya Yulian dan Witiza mendukung ekspansi ke Spanyol;
4. Raja-raja yang berkuasa di daerah-daerah berwatak kejam, seperti apa yang di alami oleh masyarakat di Spanyol, ia tertekan dengan beban pajak kepada penguasa Bizantium, maupun yang berada di bawah kekuasaan Ghotik;
5. Sebaliknya Islam datang dengan ajaran yang lebih pluralis, melindungi penganut agama lain yang telah lama dianut oleh masyarakat setempat, hanya saja mewajibkan mereka membayar jizyah sebagai pajak yang tidak memberatkan;
6. Di beberapa daerah, secara geologis lebih berafiliasi ke bangsa Arab dari pada ke bangsa Eropa Bizantium;
7. Beberapa daerah yang berhasil dikuasai memilikiki kekayaan yang berlimpah, seperti Mesir, Suriah dan Irak. Sehingga umat Islam lebih leluasa dalam melakukan ekspansi dengan bea yang cukup .
Faktor-faktor eksternal yang secara jelas mendukung ekspansi ke Spanyol adalah kondisi Spanyol saat itu. Dimana Spanyol pada waktu itu dikuasai oleh pemerintahan Romawi (Yulian sebagai gubernur Bizantium) dan kerajaan Ghotik yang berasal dari Jerman. Diantara raja-raja Ghotik adalah raja Roderik yang memiliki saudara Witiza yang didukung oleh Oppas dan Achilla. Raja Roderik dianggap merebut tahta Witiza, sehingga diantara keduannya terjadi permusuhan dan peperangan. Selain itu Roderik juga mendapat perlawanan dari Yulian. Ini berawal dari sebuah riwayat dimana putri Yulian yang dititipkan pada Roderik untuk diberi pelajaran dan pengetahuan ternyata dinodai oleh Roderik. Sehingga peperangan pun berkobar hingga pada akhirnya Yulian meminta bantuan kepada pemimpin di Afrika Utara ketika itu dibawah gubernur Musa bin Nusayr. Bahkan ia meminjamkan kapal-kapal untuk pasukan kaum muslimin ke Spanyol guna menyerang Roderik. Pasukan dari Romawi pun turut berjuang mengepung Kordova selama dua bulan hingga kota masa depan umat Islam ini dikuasai. Selain itu kelompok Witiza juga mendukung penyerangan Islam ke Spanyol untuk bersama-sama mengalahkan Ghotik .
Dukungan terhadap ekspansi umat Islam juga datang dari masyarakat kelas bawah di Spanyol. Mereka merasa bosan dengan perlakuan penguasa mereka yang bertindak sewenang-wenang. Pada awalnya Spanyol merupakan daerah yang cukup aman, namun setelah Ghotik berkuasa, masyarakat membencinya. Dimana penguasa membuat aturan yang memihak pemerintah semata dengan bermewah-mewahan. Di sektor perindustrian dan pertanian dibiarkan diurus oleh para budak yang terhina dan menderita disamping beban pajak yang sangat memberatkan. Tindakan dzalim ini juga diikuti oleh kalangan agamawan Kristen, dimana mereka hanya mementingkan kepantingan pribadi dan golongan. Sebagaimana diketahui bahwa penduduk Yahudi di Spanyol merupakan penduduk yang sangat banyak, namun kaum agamawan Kristen menggeser posisi mereka bahkan pada tahun 612 M ada dekrit dari penguasa Ghotik terhadap keharusan masuk Kristen kepada mereka hingga pada akhirnya kaum Yahudi mengadakan perlawanan dan pemberontakan. Kaum Yahudi tidak perduli dengan penguasa. Siapapun penguasanya, termasuk ketika Witiza berkuasa, mereka hanya ingin bebas dari perlakuan diskriminatif, demikian pula para budak .
***
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perluasan wilayah kekuasaan Islam atau yang lebih dikenal dengan ekspansi Islam telah dilakukan sejak masa Khulafau Rasyidin, yakni pada masa Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan, sedangkan pada masa Ali Bin Abi Thalib dapat dikatan tidak ada ekspansi karena kemelut politik.
Ekspansi secara besar-besaran kemudian terjadi saat bani Umayyah memerintah. Khususnya pada masa Al Walid bin Abdul Malik. Dimana ia mengangkat Musa bin Nusayr sebagai gubernur Afrika Utara. Musa bin Nusayr pun mengangkat budaknya yang bersuku Barbar Thariq bin Ziyad sebagai panglima perang. Pasukan Thariq menyeberang selat yang membentang antara Afrika Utara dan Spanyol dan mendarat di Gibraltar dan kemudian mengadakan beberapa penyerangan yang spektakuler dan membuat atasannya iri lalu turut serta turun ke lapangan hingga Islam betul-betul menyebar di tanah Spanyol.
2. Keberhasilan Islam menembus Spanyol tidak terlepas dari peranan Khalifah-khalifah di Damaskus, diantaranya Muawiyah dan Al Walid bin Abdul Malik. Muawiyah sebagai pionir Bani Umayyah pernah menyerang Konstantinopel namun gagal, sehingga ia mengutus 'Utbah untuk menguasai Afrika dan terus-menerus Afrika dikuasai Islam hingga diangkatnya Musa bin Nuasayr di sana.
Sementara Al Walid bin Abdul Malik berperan sebagai pendukung utama ekspansi ke Spanyol, ini terbukti dengan penambahan pasukan terhadap pasukan Thariq yang telah lebih dulu sampai di sana. Meski pada akhirnya Al Walid khawatir dengan keberhasilannya itu akan membuat perpecahan kekuasaan Islam. Oleh karenanya menjelang ia wafat Thariq dan Musa diperintahkan kembali ke Damaskus. Namun malang nasib Musa dan Thariq, sekembalinya ke Damaskus, oleh khalifah Sulaiman keduanya dihinakan, bahkan Musa menjadi fakir. Sungguh nasib jenderal besar yang malang.
3. Keberhasilan ekspansi Islam ke Spanyol tidak terlepas dari beberapa faktor, baik faktor internal maupun ekstenal. Diantaranya adalah karena kehebatan strategi khalifah dan kepiawaian panglima perang di medan tempur.
Faktor lainnya adalah kondisi masyarakat di Spanyol. Masryarakat Spanyol diperlakuakan kejam dan dzalim oleh raja-raja yang berkuasa di sana, diantaranya adalah raja Roderik. Disamping itu beberpa penguasa di Spanyol terpecah kedalam tiga kelompok. Yakni kelompok kerajaan Romawi di Bizantium dengan raja Yulian, kelompok Raja Roderik dari kerajaan Ghotik dan kelompok Witiza yang digulingkan dari kekuasaannya oleh Roderik, saudaranya sendiri. Dengan demikian baik Yulian maupun Witiza mendukung Islam menghancurkan Roderik dan di dukung masyarakat yang tertindas, dengan demikian mudahlah Islam menancapkan panji-panji kekuasaanya di bumi Spanyol.
***

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2009)
Anshori, Ahmad Yani, Tafsir Negara Islam, (Yogyakarta, Siyasat Press, 2008)
Buchori, Didin Saefuddin , Sejarah Politik Islam,( Jakarta, Pustaka Intermasa, 2009)
Hasan,Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam 2,edisi Indonesia (Jakarta, Kalam Mulia, 2006)
Hitti, Philip K., History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta, Serambi, 2002)
Nasution, Harun, Islam: ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, (Jakarta, UI Press, 2008)
Sya'labi, A., Sejarah & Budaya Islam 1, cet iv, (Jakarta, Pustaka Alhusna Baru, 2003)
Yatim, Badri, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1990)
***